"Gambut tropis adalah salah salah satu penyerap karbon untama di bumi, tetapi gambut saat ini terancam dengan adanya kegiatan seperti pertanian, pembangunan infrastruktur dan pertambangan," kata Daniel saat ditemui di kampus CIFOR, Bogor pada Selasa.
Ia mengatakan lahan gambut menjadi salah satu peluang untuk menekan gas karbon dalam menghadapi perubahan iklim, oleh sebab itu dibutuhkan kebijakan dari pemerintah dan ilmuwan untuk bekerja sama menciptakan strategi tersebut.
Selain itu dia juga mendorong negara-negara yang memiliki lahan gambut tropis untuk saling bertukar pengetahuan mengenai konservasi dan manajemen gambut.
Daniel mengatakan The International Tropical Peatland Center (ITPC) yang berada di Bogor bisa menjadi salah satu wadah untuk negara-negara saling bertukar pengetahuan.
ITPC merupakan salah satu lembaga yang memastikan para penyusun kebijakan, praktisi dan masyarakat dapat memiliki akses terhadap data dan informasi untuk merancang dan mempraktikkan kegiatan konservasi dan pengelolaan berkelanjutan lahan gambut tropis.
ITPC pun mendorong program kerja sama Selatan-Selatan untuk menyelamatkan gambut tropis yang ada.
Saat ini lahan gambut tropis di Asia Tenggara terutama di Indonesia terus beralih fungsi menjadi perkebunan sawit atau perkebunan untuk produksi kertas sejak awal 80-an.
Sementara itu gambut di area Sungai Amazon dan Kongo sedikit mengalami kerusakan namun jika tidak diantisipasi bisa jadi mengalami kerusakan seperti yang terjadi di Indonesia.
Melalui ITPC, Indonesia yang telah mengalami berbagai pengalaman mengelola lahan gambut dapat berbagi informasi dan kebijakan untuk melindungi lahan gambut tropis di tempat-tempat tersebut.
Baca juga: UN Environment siap danai Pusat Lahan Gambut Tropis
Baca juga: Indonesia memiliki Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019