"Tahun ini kami akan memproduksi sekitar 41 juta ton bijih (ore). Tahun depan kurang lebih sama, dan pada 2021 diharapkan produksi kami akan kembali meningkat mendekati sekitar 60 juta ton per tahun (annum) serta pada 2022 produksi kami diperkirakan kembali normal," ujar Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa target produksi 41 juta ton bijih tersebut, dikarenakan pada tahun ini pihaknya akan menghentikan aktivitas di pertambangan terbuka (open pit) dan akan masuk ke tambang bawah tanah atau tambang dalam.
"Tambang terbuka kami akan berhenti produksi pada tahun ini, kami masih menambang beberapa cadangan di 'open pit', namun untuk tambang di bawahnya tidak ada aktivitas sama sekali," ujar Tony Wenas.
Sebelumnya Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono memperkirakan bahwa penerimaan PT Freeport Indonesia (PTFI) akan turun pada 2019.
Dia menjelaskan bahwa kemungkinan penurunan tersebut terjadi dikarenakan rencana Freeport yang akan masuk ke tambang dalam pada tahun 2020.
Nantinya diharapkan pada tahun itu, revenue maupun EBITDA-nya Freeport akan kembali naik.
Presiden Joko Widodo mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport kepada PT Inalum (Persero) pada 21 Desember 2018.
Dampak positif lainnya dari penguasaan mayoritas saham Freeport, seperti dipaparkan dalam laporan Kementerian ESDM bertajuk "Energi Berkeadilan: 4 Tahun Kinerja, Realisasi Hingga 2018", di antaranya pendapatan negara jadi meningkat, menghindari pengadilan arbitrase, serta adanya transfer teknologi pengelolaan tambang paling kompleks.
Baca juga: Presiden umumkan pelunasan divestasi PT Freeport
Baca juga: CEO Freeport targetkan pembangunan smelter selesai dalam lima tahun
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019