Gorontalo dan sentra jagung nasional

2 Maret 2019 18:42 WIB
Gorontalo dan sentra jagung nasional
Presiden Joko Widodo (kiri) menyaksikan pekerja memanen dalam acara panen raya jagung di Gorontalo, Jumat (1/3/2019). Selain memanen, Presiden juga memberikan bantuan kepada petani. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc. (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)
Jakarta (ANTARA) - Provinsi Gorontalo selama ini sudah dikenal sebagai salah satu sentra produksi jagung nasional yang mampu memenuhi kebutuhan komoditas itu di pasar dalam negeri bahkan ekspor.



Sejumlah program, baik yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian maupun pemerintah daerah setempat, terus dilakukan untuk mempertahankan produksi dan kualitas jagung Gorontalo tetap terjaga



Untuk tahun 2019, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi dan ekspor jagung lebih besar dari sentra-sentra jagung nasional. Oleh karena itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman akan memaksimalkan program dan bantuan untuk meningkatkan produksi dan ekspor dari provinsi yang berjuluk Serambi Madinah itu.



Produksi jagung dari petani jagung Gorontalo terbukti meningkat tajam dari yang tadinya hanya 692.000 ton di 2016, menjadi 1,5 juta ton di 2018. Bahkan dari total ekspor jagung 380.000 ton di 2018, sebanyak 113.000 tonnya adalah hasil produksi petani Gorontalo. Angka ini lebih besar dari target awal yang hanya 58 ribu ton.



Pemerintah pun optimistis, dengan program Kementan dan kerja keras pemerintah daerah bersama petani produksi jagung Gorontalo bisa menghasilkan 1,7 juta ton di 2019. Target ekspor jagung dari Gorontalo pun diupayakan bisa tembus 150.000 ton, dari target ekspor nasional yang totalnya 500.000 ton.



Secara nasional, Kementan meyakinkan bahwa produksi petani jagung nasional sudah mampu meningkat, sehingga bisa menekan impor jagung yang pada 2014 mencapai 3,25 juta ton senilai Rp10 triliun. Bahkan sudah mampu ekspor signifikan di 2018.



Keberhasilan tersebut merupakan hasil dari sejumlah kebijakan yang tepat. Diantaranya program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, modernisasi pertanian melalui bantuan alat mesin pertanian (alsintan), serta regulasi yang menguntungkan petani.



Intensifikasi lahan dilakukan untuk upaya peningkatan produktivitas di lahan yang sudah ada, seperti pembagian benih unggul dan pupuk gratis. Sementara ekstensifikasi berarti perluasan lahan tanam baru. Pemerintah juga dorong petani menggunakan alsintan, sehingga bisa menghemat waktu, tenaga dan biaya.



Dari sisi regulasi, setidaknya ada beberapa hal yang sudah dilakukan dan cukup berdampak besar bagi petani, yakni pengadaan benih, pupuk, pestisida, dan alsintan yang lebih sesuai dengan periode tanam petani, dan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) agar harga jagung menguntungkan bagi petani.



Gubernur Gorontalo Rusli Habibi mengatakan selama ini kekhawatiran petani jagung adalah ketersediaan benih yang sering terlambat karena proses lelang, bahkan pernah ada masa dimana petani tidak bisa menanam jagung karena proses lelang pengadaan benih yang gagal.



Petani Gorontalo bisa produksi sesuai, bahkan melebihi target Kementan karena aturan pengadaan tidak lagi lewat lelang, tapi lewat e-catalog, sehingga syarat pengadaan benih unggul bisa tepat waktu, tepat volume, dan tepat sasaran.



Begitu juga dengan, aturan pemerintah pusat yang sangat responsif dalam mengantisipasi harga terutama saat panen. Hasil kebijakan menetapkan bahwa HPP dipatok minimal Rp3.150 per kilogram untuk kadar air 17 persen, sehingga menjadi insentif untuk petani untuk mau berproduksi.



"Sebelum Pemerintah Jokowi-JK, harga jagung tidak pasti. Jika panen, harganya hanya Rp800 per kilogram, paling tinggi Rp1.500 per kilogram. Petani jadi tidak berdaya, dan patah hati untuk menanam," kata Rusli.



Pemprov Gorontalo mengapresiasi program pemerintah melalui Kementan, dan optimistis petaninya bisa mencapai target yang ditetapkan. Apalagi target peningkatan produksi dan ekspor selalu bisa dilampaui setiap tahunnya.



Pemprov juga berharap, program jagung di Gorontalo terus dikembangkan sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan penduduk yang 65 persen mengandalkan sektor pertanian ini.



Komitmen pemerintah

Melihat potensi Gorontalo sebagai sentra produksi utama jagung nasional, membuat Presiden Joko Widodo merasa perlu hadir untuk menyaksikan sendiri kondisi hasil perkebunan komoditas itu



Bahkan Petani Gorontalo patut berbangga karena panen jagung hasil kerja keras periode tanam Oktober-Maret kali ini dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo. Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi menekankan pentingnya meningkatkan produktivitas jagung sekaligus menjaga stabilitas harga untuk petani.



"Sebelumnya produksi jagung petani Gorontalo hanya 650.000 ton, sekarang sudah bisa ditargetkan 1,7 juta ton. Peningkatan yang banyak sekali," kata Jokowi.



Presiden bahkan berharap kedepan, produksi jagung per hektar yang sekarang 8 sampai 9 ton, diharapkan bisa mencapai 10 ton per hektare.



Berlokasi di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Presiden Jokowi disambut hamparan jagung siap panen seluas 1.392 hektare di perbukitan. Pemilihan lokasi ini mewakili semangat petani jagung di Gorontalo yang tahun 2018 mampu menghasilkan 1,5 juta ton, dan mengekspor 113.000 ton.



Jokowi juga melakukan dialog dengan petani beberapa petani, dan menyampaikan komitmennya untuk terus meningkatkan produksi petani jagung sekaligus meningkatkan kesejahteraan. Presiden juga bahkan sudah akan memulai pembangunan bendungan Bulango Ulu senilai Rp2,3 triliun, untuk menjaga pasokan air bagi petani di Gorontalo.



Presiden menyatakan bangga karena produksi petani jagung nasional kini mampu menekan impor dari 3,2 juta ton di 2014, bahkan sudah bisa ekspor di 2018 sebanyak 380 ribu ton. Sudah menjadi hukum ekonomi, jika produksi petani melimpah harga akan turun. Karena itu untuk menstabilkan harga perlu dorong ekspor.



Data Kementerian Pertanian (Kementan) menunjukkan bahwa produksi jagung nasional menunjukkan peningkatan pesat setiap tahun, dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tahun 2015 misalnya, produksi jagung nasional hanya 19,61 juta ton. Meningkat menjadi 23,58 juta ton di tahun berikutnya. Lalu, naik menjadi 28,92 juta ton pada 2017, dan tembus 30 juta ton tahun 2018.



Kementan menargetkan produksi jagung nasional pada tahun 2019 mencapai 33 juta ton, dan ekspor diharapkan sebesar 500 ribu ton.



Target sebesar itu akan maksimalkan di lumbung jagung nasional seperti Jawa Timut, NTB, Lampung, Sumatera Selatan, termasuk Gorontalo. Selain ditarget akan produksi 1,7 juta ton, tahun ini Gorontalo juga didorong untuk ekspor sebesar 150 ribu ton.

Baca juga: Presiden perintahkan Bulog serap jagung petani

Baca juga: APJI: bantuan benih perlu dikomunikasikan ke petani

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019