Palu (ANTARA) - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah, (Sulteng) akan menggagas kampung wisata religi, sebagai bentuk pengembangan kerukunan antaragama di Sulteng.Gagasan membentuk kampung wisata religi yang dapat di kunjungi oleh umat semua agama, merupakan bagian dari upaya membangun persaudaraan dan persatuan antaragama
Sekretaris FKUB Sulteng, Dr H Muhtadin Dg Mustafa, di Palu, Minggu, mengemukakan, kampung wisata religi merupakan tindak lanjut dari gagasan membentuk kampung/desa percontohan kerukunan antaragama.
"Ini menjadi salah satu program FKUB Sulteng. Program ini akan disinergikan dengan Kanwil Kemenag Sulteng dan Pemprov Sulteng," ujar Muhtadin.
Ia menyatakan, pembentukan kampung kerukunan yang salah satu fungsinya sebagai wisata religi, penting dilakukan karena sebagai bentuk pembinaan kerukunan antaragama di Sulteng.
Kampung kerukunan, menurut dia, nantinya juga akan menjadi simbol bahwa Sulteng memang rukun dan damai tanpa perpecahan.
Muhtadin mengemukakan, program-program itu tidak lain merupakan upaya pembinaan umat beragama dalam rangka peningkatan kualitas kerukunan antaragama di Sulteng.
"Dalam upaya pembinaan umat beragama untuk kerukunan antaragama, FKUB Sulteng tentunya akan terus bersinergi dengan Kemenag dan Pemprov Sulteng," ujarnya.
Terkait hal itu Ketua FKUB Sulteng, Prof Dr H Zainal Abidin MAg mengemukakan, gagasan membentuk kampung wisata religi yang dapat di kunjungi oleh umat semua agama, merupakan bagian dari upaya membangun persaudaraan dan persatuan antaragama.
"Kita ingin umat semua agama dapat bersabahat, dapat bergandengan tangan, dapat bekerjasama, bersama-sama membangun bangsa," ujarnya.
Zainal mengatakan, kampung wisata religi sebagai tindak lanjut dari pembentukan kampung/desa percontohan kerukunan antaragama, akan di awali dengan penelitian.
Penelitian itu, menurut dia, tentu melibatkan akademisi-akademisi yang telah ada di FKUB Sulteng.
Selanjutnya, kata dia, diikutkan dengan pembinaan dari aspek agama yang salah satunya mengenai persamaan, bukan tentang perbedaan agama.
"Jadi, kampung wisata religi, itu akan menjadi simbol bahwa agama-agama di muka bumi memiliki persamaan," ucap dia.
"Perbedaan agama, mazhab, aliran dan faham, serta perbedaan lainnya tidak terlepas dari ketentuan Tuhan. Karena itu harus dihormati, tidak boleh memonopoli kebenaran," urai dia.
Lebih lanjut dia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak saling menghujat, saling menjelekkan dan memfitnah hanya karena berbeda keyakinan dan pendapat.
Ketua MUI Kota Palu itu mengatakan dalam satu dunia, kita berbeda bangsa dan negara. Dalam satu bangsa dan negara, kita berbeda suku bangsa. Dalam satu suku bangsa, kita berbeda keyakinan dan agama. Dalam satu keyakinan dan agama, kita berbeda paham dan aliran.
Kemudian,dalam satu paham dan aliran, kita berbeda pemahaman. Dalam satu pemahaman, kita berbeda pengalaman. Dalam satu pengalaman, kita berbeda penghayatan. Dalam satu penghayatan, kita berbeda keikhlasan. Dalam satu keikhlasan kita rawat kebhinekaan, kita mantapkan keberagaman untuk membangun bangsa.
Baca juga: FKUB matangkan strategi penyelesaian konflik dan kekerasan
Baca juga: Kunjungan wisata religi naik 165 persen
Baca juga: Komisi X DPR dorong pengembangan destinasi wisata religi
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019