• Beranda
  • Berita
  • Buka dokumen HGU untuk tuntaskan persoalan tata kelola hutan

Buka dokumen HGU untuk tuntaskan persoalan tata kelola hutan

4 Maret 2019 23:14 WIB
Buka dokumen HGU untuk tuntaskan persoalan tata kelola hutan
Manager Kampanye dan Advokasi Kebijakan FWI Mufti Barri (kiri) memaparkan soal pentingnya keterbukaan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) di Jakarta, Senin (4/2/2019). Polemik soal keterbukaan dokumen HGU bermula dari Debat Capres 2019 putaran kedua setelah lahan konsesi milik Capres Prabowo Subianto disebut oleh Capres Joko Widodo. (Dokumentasi Forest Watch Indonesia)

Forest Watch Indonesia (FWI) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendorong pemerintah membuka dokumen Hak Guna Usaha (HGU) untuk menyelesaikan persoalan tata kelola hutan dan lahan di Tanah Air.

Manager Kampanye dan Advokasi Kebijakan FWI Mufti Barri di Jakarta, Senin, mengatakan polemik keterbukaan dokumen HGU muncul setelah debat capres 2019 putaran kedua.
 

Ketertutupan selama ini, menurut dia, menimbulkan persoalan pada pemanfaatan hutan dan lahan, di antaranya tumpang tindih perizinan, konflik tenurial (lahan) yang berkepanjangan, serta tingginya ancaman kehilangan hutan alam tersisa di Indonesia.
 

“Berbagai macam permasalahan tata kelola hutan dan lahan, sebagian berada di konsesi HGU. Ini merupakan kompilasi tunggakan masalah pada setiap tahap perizinan, mulai dari pelepasan kawasan hutan sampai dengan terbitnya izin HGU,” katanya.
 

Karenanya, ia berharap dokumen HGU yang sudah diputus terbuka, sampai tingkat Putusan Mahkamah Agung, penting untuk dijabarkan ke publik. Hal tersebut berguna untuk mencari akar masalah dan merumuskan solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada.
 

“Kementerian ATR/BPN bilang akan terbuka soal HGU tiga tahun lalu. Tapi belum juga terbuka, kita merasa keterbukaan informasi belum ada, tumpang tindih perizinan kawasan hutan dan lahan masih ada,” lanjutnya.
 

Sementara itu, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM PB Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Muhammad Arman, mengatakan keterbukaan informasi harusnya tidak hanya soal izin-izin konsesi HGU tetapi juga yang berkaitan dengan status wilayah adat.
 

Tidak adanya keterbukaan informasi publik menjadi pintu utama penyebab hilangnya wilayah adat oleh pembangunan. “Masyarakat adat tidak pernah tahu bagaimana proses penetapan wilayah adat menjadi kawasan hutan negara atau diberikan kepada izin-izin konsesi. Masyarakat adat biasanya baru tahu setelah wilayahnya didatangi alat-alat berat,” kata Arman.

Dari hasil kajian overlay sementara, AMAN mencatat dari 9,6 juta hektare (ha) wilayah adat yang terpetakan dan terdaftar di pemerintah, sedikitnya 313.000 ha wilayah adat tumpang tindih dengan izin-izin HGU, yang tersebar di 307 komunitas masyarakat adat.*



Baca juga: Menteri ATR: Kawasan desa dalam kawasan HGU harus dilepaskan

Baca juga: JK ijinkan Prabowo beli lahan untuk HGU

Baca juga: Walhi dorong pemerintah buka data HGU ke publik



 

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019