Sidang paripurna dipimpin langsung Ketua DPRD Provinsi Jambi Cornelis Buston dan didampingi Wakil Ketua Chumaidi Zaidi dan Sufardi Nurzain serta diihadiri Gubernur Jambi, Fachrori Umar.
Dalam laporan Panitia Khusus (Pansus) II DPRD yang membahas Ranperda tersebut, melalui Ketua Pansus II, Eka Marlina mengatakan Ranperda tersebut telah melalui tahap pembahasan. Baik pembahasan tingkat pertama melalui pemandangan umum fraksi, pembahasan internal pimpinan dan anggota Pansus, pembahasan intensif bersama OPD dan pihak-pihak terkait.
Selanjutnya Pansus II melakukan kunjungan kerja, baik dalam maupun luar daerah, serta konsultasi ke kementerian terkait yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, yang dapat memberikan masukan, saran dan penyempurnaan penyusunan Ranperda,
Eka menjelaskan, pesatnya arus globalisasi dan dampak negatif dari perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, memunculkan fenomena baru kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan serius yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dan secara signifikan mengancam dan membahayakan jiwa perempuan dan anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang perempuan dan anak, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman, keamanan dan ketertiban masyarakat.
Komisi Perlindungan Anak Indoensia (KPAI) mengungkapkan dalam setiap tahunnya telah terjadi 3.700-an atau sebanyak 13-15 kasus kekerasan terhadap anak dalam setiap harinya.
Sementara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) mencatat jumlah kekerasan (baik fisik maupun psikis) terhadap perempuan dan anak pada 2017 mencapai 8.361 kasus. Dengan rincian korban berjenis kelamin perempuan sebanyak 7.080 orang sementara untuk laki-laki sebanyak 1.957.
Untuk kekerasan seksual sendiri, data Kemen-PPPA menunjukkan ada sekitar 3.063 kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak.
Sedangkan di Provinsi Jambi, tindak kekerasan terhadap anak terjadi peningkatan pada tahun 2015 sebanyak 60 kasus, 2016 terdapat 123 kasus dan pada tahun 2017 sampai bulan Juli telah terjadi 37 kasus, dan bahkan hingga sekarang belum menunjukkan penurunan yang signifikan.
Kondisi Pansus II temukan pada kunjungan ke daerah di Kabupaten Bungo dan Tebo. Adapun kasus tindak kekerasan tersebut dikategorikan dalam empat jenis, yakni kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran, yang paling menonjol adalah kekerasan seksual terhadap anak yang berjumlah 30 orang.
Senada hal di atas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menyambut baik sekaligus memberikan masukan berkaitan dengan penyusunan Ranperda Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak di Provinsi Jambi.
Ruang lingkup Ranperda itu yakni, bentuk-bentuk kekerasan, hak perempuan dan anak, kewajiban dan tanggung jawab, penyelenggaraan perlindungan, kerja sama daerah, pembinaan dan pengawasan, pendanaan dan sanksi.
Pansus II DPRD Provinsi Jambi juga merekomendasikan agar pemerintah kabupaten/kota dapat menjadikan Ranperda Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak sebagai acuan dalam pembuatan Perda serupa di tingkat Kabupaten, sesuai kewenangan masing-masing.
Kemudian agar pelaksanaan ranperda tersebut dapat lebih efektif, efisien dan implementatif dan segera disusun berbagai Peraturan Gubernur yang mendukung pelaksanaan Ranperda tersebut di atas, dengan tetap mempertimbangkan aspek kewenangan dan kemampuan keuangan daerah.
Baca juga: Kementerian PPPA minta Perda perlindungan anak menyeluruh
Baca juga: Perda Perlindungan Anak tidak hanya mengatur penanganan kekerasan
Baca juga: Tangerang selangkah di depan, sahkan Perda Perlindungan Anak
Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019