Pemerintah segera mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi berupa pemberhentian produksi dan penjualan hingga pencabutan izin tambang. "Yang paling penting adalah kepatuhan daripada wajib bayar yang setiap bulan harus bayar dan tidak boleh diangsur," jelas Jonan dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.
Guna mendukung kebijakan tersebut, imbuh Jonan, Pemerintah menerapkan sistem penghitungan dan pembayaran secara online atau e-PNBP. Sistem ini secara efektif diimplementasikan per 1 Maret 2019. "Ini bisa realtime memantau bayarnya kapan, jumlahnya berapa dan kalau tidak bayar mereka tidak akan kami layani lagi," ujarnya.
Sistem online dinilai akan mampu mendeteksi potensi tunggakan dan kecurangan pun bisa tereduksi sekecil mungkin dan akan terintegrasi dengan Minerba Online Monitoring System (MOMS) dan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI). "Sekarang tidak bisa lagi membayar semampu mereka, sudah ada kewajibannya," tegas Jonan.
Sejalan dengan itu, Pemerintah terus menjalankan optimalisasi produksi minerba melalui pembinaaan hingga penataan izin usaha yang dapat beroperasi (terdaftar). Bekerja sama dengan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN) BPKP dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, audit kewajiban wajib bayar terus ditingkatkan. Termasuk menjalin mitra dengan KPK. "KPK mempunyai perhatian yang sangat besar untuk masalah royalti atau PNBP di sektor Minerba. Ini ada korsupnya," kata Jonan.
Untuk diketahui sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 4 Tahun 2009, PNBP sektor minerba ini terdiri dari iuran tetap, iuran produksi dan kompensasi data informasi.
Baca juga: KPK panggil Dirjen Minerba
Baca juga: Revisi UU Minerba diharapkan bisa atur soal "mineral fund"
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019