• Beranda
  • Berita
  • Pemanfaatan jasa lingkungan hutan di Malut ada yang langgar aturan

Pemanfaatan jasa lingkungan hutan di Malut ada yang langgar aturan

23 Maret 2019 10:09 WIB
Pemanfaatan jasa lingkungan hutan di Malut ada yang langgar aturan
Potret salah satu hutan di Kabupaten Halmahera Selatan (Abdul Fatah)
Pemerhati Kehutanan Maluku Utara (Malut) DR Rustam Moh Nur menyatakan, pemanfaatan jasa lingkungan hutan di Malut masih ada yang melanggar aturan, padahal hutan memiliki nilai strategis sebagai sumber plasma nutfah, yang kaya keanekaragaman hayati.

"Hutan juga merupakan sistem penyangga kehidupan dengan fungsi ekologi, ekonomi dan sosial, sekaligus komponen penting dalam perubahan iklim, sehingga pemanfaatan sebagian kawasan hutan harus melalui prosedur dan didahului dengan kajian yang matang," katanya di Ternate, Sabtu.

Ia mengkritisi, penguasaan titik-titik potensi wisata dalam kawasan hutan yang dikuasai secara sepihak oleh pemerintah kabupaten dan kota terutama penguasan pulau-pulau kecil di kawasan hutan lindung.

Mantan Kadis Kehutanan Kabupaten Halmahera Timur itu mengatakan, pengelolaan pulau-pulau kecil potensi wisata itu dilakukan tanpa melalukan pengecekan, studi, maupun kordinasi dengan pihak terkait dalam hal ini pemerintah Provinsi dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) setempat.

Ia mengingatkan adanya mekanisme yang mesti dilalui sesuai Permenhut Nomor: P22/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Hutan Lindung dan Permen LHK Nomor : P.31/Menlhk/setjen/kum.1/3/2016 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Hutan Produksi.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan mandat pembangunan berkelanjutan dengan tetap mengadopsi prinsip dan etika konservasi keanekaragaman hayati, maka prosedur itu harus ditempuh,

Rustam mengaku ada beberapa lokasi wisata masih berstatus kawasan hutan yang seharusnya menjadi urusan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) setempat.

Bahkan, lokasi tersebut seperti Pulau Dodola di Morotai sebagian besar merupakan hutan lindung (HL) seharusnya pengelolaannya dilakukan bersama KPH Pulau Morotai, Pulau Kucing berstatus Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) terletak di administrasi desa Fukwew di wilayah KPH Sanana yang seharusnya dikelola bersama KPH Sanana.  Demikian juga Kepulauan Widi di wilayah KPH Bacan merupakan Hutan Lindung (HL) dan Pulau Kusu masuk  wilayah KPH Bacan.

Ia mencontohkan, saat ini potensi wisata di kawasan hutan seperti Air terjun, sumber air panas, danau, kawasan mangrove , seperti Danau Tolire Besar yang masih dalam kawasan HPK di wilayah KPH Ternate-Tidore, ternyata sudah dikelola Dinas Pariwisata Kota Ternate dengan penganggaran APBD begitu juga kawasan Hutan Mangrove Sofifi di wilayah KPH Tikep.

Baca juga: Jasa lingkungan hutan jadi daya saing pariwisata
Baca juga: Izinkan warga manfaatkan TWA, Menteri LHK syaratkan jaga ekosistem hutan
Baca juga: Menyibak potensi wisata Tahura Nuraksa

 

Pewarta: Abdul Fatah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019