"Di dalam eSports game seperti ini (konten negatif) memang tidak ada. eSports game yang membutuhkan strategi," kata Eddy, ditemui usai pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia di Jakarta, Selasa malam.
IeSPA diundang oleh MUI untuk memberikan pandangan mereka mengenai polemik fatwa haram untuk game yang mengandung kekerasan, salah satunya yang sedang diperbincangkan adalah PlayerUnknown's Battlegrounds atau PUBG.
Menurut Eddy, game ber-genre first person shooter atau FPS saat ini belum masuk ke kompetisi olahraga multievent SEA Games dan Asian Games.
"eSports kebanyakan game strategi yang mobile," kata dia.
Penentuan sebuah game dapat masuk ke kompetisi multievent bukan ditentukan oleh asosiasi, melainkan oleh federasi internasional
Secara pribadi, dia berpendapat unsur yang menonjol dalam game PUBG bukan kekerasan, namun, strategi bagaimana mengeksplorasi daerah yang dimasuki pemain.
Sementara itu, dalam pertemuan yang dihadiri MUI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, para peserta diskusi sepakat bahwa perlu ada larangan atau peraturan pada game yang mengandung kekerasan dan pornografi.
"Judul game saat ini tidak dibahas. Secara umum, game negatif yang akan dilarang atau dikenakan peraturan mengikat," kata dia.
Wacana fatwa haram MUI untuk game PUBG mencuat setelah kasus penembakan di dua masjid di Christchurch, yang menewaskan puluhan orang, termasuk di antara para korban adalah warga negara Indonesia. Pelaku penembakan disebut terinspirasi dari suatu jenis game tersebut.
Hingga pertemuan selesai, MUI belum mengeluarkan fatwa haram atau larangan untuk game PUBG dan sejenisnya. MUI pada Senin (25/3) menyatakan kajian untuk menentukan fatwa ini dapat memakan waktu satu bulan.
Baca juga: Tanggapan gamers soal wacana fatwa haram PUBG
Baca juga: MUI dan Kominfo belum tentukan pelarangan game PUBG
Baca juga: Pengamat sarankan edukasi literasi damai ketimbang haramkan PUBG
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019