• Beranda
  • Berita
  • Filipina protes kapal China di perairan yang diperselisihkan

Filipina protes kapal China di perairan yang diperselisihkan

1 April 2019 21:55 WIB
Filipina protes kapal China di perairan yang diperselisihkan
Foto udara menunjukkan Pulau Pagasa (Harapan), yang merupakan salah satu pulau di gugusan pulau Spratly yang menjadi perselisihan sejumlah negara di sekitar Laut China Selatan, di lepas pantai barat Filipina, Rabu (20/7). Lima politisi Filipina berencana melakukan perjalanan ke daerah sengketa di Laut China Selatan itu, menegaskan klaim negara tersebut atas daerah yang kaya minyak dan gas itu. Langkah ini diperkirakan akan mengundang protes dari pihak lain yang mengklaim pulau tersebut. Saat ini China, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Filipina mengklaim wilayah di Laut China Selatan itu. (REUTERS/Rolex Dela Pena)
Filipina telah mengajukan protes diplomatik atas kehadiran lebih 200 perahu China di dekat satu pulau yang diduduki oleh Manila di perairan Laut China Selatan, kata juru bicara presiden pada Senin.

Presiden Rodrigo Duterte berusaha meningkatkan hubungan dengan China sejak berkuasa tahun 2016 sebagai pertukaran bagi investasi dan pinjaman yang dijanjikan senilai miliaran dolar.

Departemen Luar Negeri Filipina memprotes kehadiran perahu-perahu itu dekat Pulau Thitu, yang diduduki Filipina, kata juru bicara presiden Salvador Panelo dalam jumpa pers rutin, tanpa melukiskan perahu-perahu tersebut. Duta besar China mengatakan itu adalah perahu-perahu yang sedang mencari ikan.

"Faktanya mereka berada di sana dan sudah satu minggu, mengapa, apa yang mereka kerjakan?" kata Panelo. Belum jelas kapan dan ke mana Filipina mengajukan protes itu.

Filipina memantau lebih dari 200 perahu China di dekat Thitu atau disebut Pagasa di dalam negeri tersebut pada Januari hingga Maret tahun ini, data militer menunjukkan.

Filipina, China, Vietnam, Taiwan, Brunei dan Malaysia saling mengklaim kedaulatan di perairan tersebut, yang dilintasi kapal-kapal dengan membawa barang-barang senilai 3 triliun dolar AS.

Lampu-lampu dari ratusan bangunan di pulau-pulau buatan yang tersebar milik China dapat dilihat pada malam hari dari Thitu.

Para nelayan China dan Filipina berada di perairan yang diklaim itu, kata Dubes China untuk Filipina Zhao Jianhu kepada wartawan. Ia membantah laporan media bahwa nelayan-nelayan China membawa senjata api.

Menurut dia, Beijing dan Manila menangani isu-isu maritim melalui saluran diplomatik dan bersahabat.

"Anda jangan khawatir mengenai apakah akan pecah konflik atau tidak," katanya.

Pengumuman mengenai protes diplomatik itu terjadi ketika Filipina dan Amerika Serikat, sekutu yang terikat dalam perjanjian, memulai latihan militer gabungan tahunan melibatkan sekitar 7.500 tentara termasuk 50 dari Australia.

Latihan-latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan tanggapan terhadap bencana alam.

"Ini tidak diarahkan untuk menghadapi ancaman atau kekhawatiran terhadap keamanan yang ada," kata Letnan Jenderal Gilbert Gapay, direktur latihan militer kepada wartawan.

Bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menjamin Filipina bahwa pihaknya akan membantu pertahanan jika diserang di Laut China Selatan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Lima warga China selamat dari kecelakaan perahu di Lombok

Pewarta: Mohamad Anthoni
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019