"Hal ini bertujuan agar dampak negatif berupa gagal panen atau penurunan produktivitas petani dapat yang terjadi selama ini bisa dihindari," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal saat membuka acara yang diikuti oleh 25 petani itu di Kupang, Selasa.
Ia menjelaskan produktivitas pertanian tidak lepas dari masalah iklim, dan masalah iklim menjadi faktor pembatas yang hanya bisa diketahui, dianalisis dan diantisipasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Herizal menjelaskan penyelenggaraan Sekolah Lapang Iklim (SLI) selama ini membawa banyak dampak positif bagi para petani sehingga beberapa negara seperti Timor Leste dan Pakistan mulai mencontoh penerapannya.
"SLI yang dilaksanakan oleh BMKG sejak tahun 2010 ternyata sangat diminati oleh beberapa negara untuk dicontoh. Yang sudah ikut program ini adalah Timor Leste dan sekarang Pakistan meminta kita mengajari mereka program ini," katanya.
Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis dalam sambutannya menyambut baik penyelenggaraan SLI.
"Saya apresiasi kepada BMKG yang secara rutin melaksanakan program sekolah lapangan semacam ini. Tentunya kita berharap, para petani kita akan bertambah pengetahuannya tentang bagaimana mengenali siklus iklim. Dengan demikian, akan ada revolusi di tingkat petani dengan bertambahnya pengetahuan mereka tentang iklim," kata politisi Partai Gerindra itu.
Ia menambahkan program tersebut bisa meningkatkan pengetahuan para petani mengenai iklim serta teknologi untuk mengantisipasi dampaknya.
Fary Francis meminta para petani peserta Sekolah Lapang Iklim mengikuti kegiatan yang berlangsung 120 hari itu dengan baik dan selanjutnya menularkan pengetahuan mereka kepada para petani yang lain.
BMKG sebelumnya menggelar SLI di Desa Bentuka, Kabupaten Timor Tengah Selatan, serta tiga desa di Kabupaten Kupang.
Baca juga:
Petani bawang putih dibekali pengetahuan iklim
BMKG : Info iklim-cuaca tingkatkan panen 30 persen
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019