Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menegaskan bahwa Biodiesel B100 dari sawit (crude palm oil atau CPO) yang diujicoba secara perdana pada Senin merupakan jawaban yang tepat untuk melawan langkah diskriminasi dari Uni Eropa (UE).B100 ini merupakan energi baru terbarukan yang menjadi solusi terbaik untuk masa depan bagi Indonesia bahkan dunia
"Ini jawaban yang tepat untuk melawan protes-protes yang dilontarkan oleh UE," tegas Amran di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan bahwa dengan adanya langkah diskriminatif terhadap sawit dari UE karena dianggap tidak ramah lingkungan, maka ekspor sawit bisa dialihkan menjadi energi baru dan terbarukan dengan menggunakannya untuk kebutuhan dalam negeri.
"B100 ini merupakan energi baru terbarukan yang menjadi solusi terbaik untuk masa depan bagi Indonesia bahkan dunia," kata Mentan.
Amran menambahkan bahwa total tujuan ekspor CPO Indonesia terdapat sekitar 140 negara, dengan 10 besar negara tujuan ekspor yakni India, Eropa, China, Pakistan, Bangladesh dan beberapa negara besar lainnya.
"Sekarang ini kita sudah mencapai 6,01 juta kiloliter B20, nanti B30 katakanlah sekitar 13 juta kiloliter. Kemudian B100, mungkin ekspor CPO juga kita kurangi karena dialihkan untuk kebutuhan dalam negeri. Kita tinggal melihat negara-negara mana yang bersahabat dengan Indonesia," kata Mentan.
Dalam acara peluncuran (soft launching) dan uji coba perdana B100, Mentan Amran Sulaiman melakukan pengisian B100 ke sebuah traktor roda empat sekaligus memperlihatkan keunggulan ramah lingkungan B100 seperti tidak mengeluarkan asap, kepada para awak media.
Produk B100 merupakan salah satu inovasi yang dihasilkan oleh Kementan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Para peneliti Balitbangtan mengembangkan Reaktor biodiesel multifungsi yang sudah mencapai generasi ke-7. Mesin ini dapat mengolah 1.600 liter bahan baku setiap harinya. Selama ini, biodiesel masih dicampur dengan bahan bakar minyak bumi dengan perbandingan tertentu. Tapi dengan teknologi pengembangan B100, biodiesel mengandung 100 persen bahan alami, tanpa dicampur dengan BBM.
Sebelumnya, Uni Eropa melalui penerbitan "Delegated Regulation" yang merupakan turunan dari "Renewable Energy Directive II" atau RED II menempatkan kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan.
Regulasi ini akan berlaku apabila mendapatkan persetujuan dari Parlemen maupun Dewan Eropa dalam jangka waktu maksimum selama dua bulan sejak konsep regulasi tersebut disampaikan Komisi Eropa pada 13 Maret 2019.
Langkah diskriminasi sawit oleh UE tersebut mengundang reaksi keras dari pemerintah Indonesia, salah satunya dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengancam balasan atau retaliasi kepada Uni Eropa jika kawasan itu memboikot produk kelapa sawit Indonesia.
Baca juga: Pemerintah siap tempuh jalur litigasi melalui WTO terkait sawit
Baca juga: Pemerintah tunggu proposal lanjutan UE terkait diskriminasi sawit
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019