• Beranda
  • Berita
  • Pengamat: pemerintah perlu benahi cukai industri hasil tembakau

Pengamat: pemerintah perlu benahi cukai industri hasil tembakau

23 April 2019 16:17 WIB
Pengamat: pemerintah perlu benahi cukai industri hasil tembakau
Pekerja menjemur hasil panen tembakau di Kampung Sukaruji, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (6/4/2019). Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyebut produksi tembakau mencapai 200.000 ton pada tahun 2018 dan ditargetkan oleh Pemerintah penerimaan cukai hasil tembakau yang ditetapkan sebesar Rp 158,8 triliun pada tahun 2019. ANTARA JABAR/Adeng Bustomi/agr.
Setelah berhasil melakukan reformasi sektor perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta menerapkan hal serupa di sektor bea dan cukai, khususnya optimalisasi cukai Industri Hasil Tembakau (IHT).

Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, di Jakarta, Selasa mengatakan, Sri Mulyani sukses mereformasi perpajakan. Selain amnesti pajak, juga sukses melakukan penyederhanaan administrasi.

"Yang sudah diimplementasikan meliputi NPWP NIK, mempercepat prosedur restitusi, memperpendek sengketa pajak dan dokumen-dokumen pajak disederhanakan, termasuk penyederhanaan administrasi," kata Yustinus.

Ia menjelaskan, saat ini, ada pabrikan rokok skala besar berpenghasilan triliunan yang membayar tarif cukai rendah.

Padahal, kemampuan gabungan produksi sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin melebihi 3 miliar batang per tahun.

"Intinya (penggabungan) batasan produksi ini untuk pengendalian. Jadi harus ada komposisi yang antara perusahaan besar dengan yang besar dan yang kecil dengan yang kecil," jelasnya.

Sebelumnya, pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan penggabungan batasan produksi pada 2017 melalui Peraturan Menteri Keuangan 146/2017.

Dengan adanya kebijakan ini, pabrikan besar asing yang produksi gabungannya sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) melebihi 3 miliar batang per tahun harus membayar cukai tertinggi di kedua segmen itu. Namun, kebijakan ini ditunda pada tahun lalu.

Sementara itu, Ekonom Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berharap pemerintah tetap melanjutkan rencana penggabungan batasan produksi.

Kebijakan ini diperkirakan dapat mengoptimalisasi penerimaan negara dan kebijakan cukai.

"Ini diharapkan dapat menutup potensi penghindaran cukai dan mengoptimalisasi penerimaan cukai," ujar Bhima.

Baca juga: Pemerintah dapat Rp105 miliar dari cukai rokok elektronik

Baca juga: YLKI: cukai rokok tidak naik tahun 2018-2019 suatu kemunduran

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019