• Beranda
  • Berita
  • Atur pembatasan plastik, pengamat sebut daerah miliki kewenangan

Atur pembatasan plastik, pengamat sebut daerah miliki kewenangan

29 April 2019 15:12 WIB
Atur pembatasan plastik, pengamat sebut daerah miliki kewenangan
Mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Kolektif Independen melakukan aksi damai saat peringatan Hari Bumi di Universitas Singaperbangsa, Karawang, Jawa Barat, Senin (22/4/2019). Aksi tersebut digelar untuk mengkampanyekan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan plastik sekali pakai dan membuang sampah pada tempatnya. ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/wsj. (ANTARA FOTO/Muhamad Ibnu Chazar)

Undang Undang Pengelolaan Sampah memberi delegasi untuk mengatur pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dengan peraturan daerah

Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Muhamad Ramdan Andri Gunawan Wibisana mengatakan daerah memiliki kewenangan untuk mengatur pembatasan penggunaan plastik sekali pakai dalam peraturan kepala daerah dengan syarat dan batasan tertentu.

Hal itu dikatakannya dalam merespons peraturan gubernur (pergub) Bali dan peraturan wali kota (perwali) Bogor tentang pembatasan penggunaan plastik sekali pakai yang digugat oleh pihak asosiasi pengusaha plastik dan asosiasi pengusaha daur ulang plastik.

"Undang Undang Pengelolaan Sampah memberi delegasi untuk mengatur pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dengan peraturan daerah. Pergub Bali dan Perwali Bogor merupakan penjabaran lebih lanjut dari norma suruhan pada UU Pengelolaan Sampah," kata di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan UU Pengelolaan Sampa baik dilihat dari naskah akademis yang melatarbelakangi perumusannya, maupun dilihat dari Peraturan Pemerintah 81/2012 yang menjadi turunannya, mendukung adanya peraturan yang mewajibkan penghindaran atau pencegahan barang/kemasan sekali pakai.

"Pada dasarnya baik pengurangan, pelarangan atau penghentian penyediaan, selama itu tujuannya menghindari atau mencegah penggunaan plastik sekali pakai, maka aturan tersebut masih sesuai dengan amanah UU Pengelolaan Sampah untuk membatasi timbulan sampah, kata dia.

Sementera itu, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, juga tidak setuju apabila pelarangan plastik sekali pakai dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi individu pemulung dan pendaur ulang untuk memperoleh penghidupan yang layak.

Dia mengatakan pelarangan plastik sekali pakai bukan merupakan pelanggaran atas HAM, hal ini dijelaskan dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), International Labour Office (ILO) dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak atas Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB).

“Yang mengajukan uji materiil adalah industri dan korporasi, sedangkan tinggi atau rendahnya pendapatan korporasi merupakan faktor yang mempengaruhi dinamika pasar, jadi bukanlah bagian dari prinsip hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara," katanya.

"Saya melihat justru peraturan pelarangan plastik sekali pakai adalah perwujudan kewajiban negara untuk menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," tambah Usman Hamid.

Baca juga: Pegiat: gugatan terhadap pembatasan plastik tidak konstruktif

Baca juga: Pemerintah luncurkan Gerakan Indonesia Bersih kurangi sampah plastik

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019