• Beranda
  • Berita
  • Relawan pendidikan: Indonesia butuh kurikulum khusus

Relawan pendidikan: Indonesia butuh kurikulum khusus

2 Mei 2019 19:47 WIB
Relawan pendidikan: Indonesia butuh kurikulum khusus
Relawan Sakola Institute, Akbar Kurniawan saat mengajar warga Suku Asmat, Papua Nusa Tenggara Timur. ANTARA Foto/HO/Akbar Kurniawan
Indonesia sebagai negara dengan ribuan gugusan pulau beserta keberagaman budaya yang dimilikinya menjadi alasan utama perlunya kurikulum khusus seperti untuk masyarakat adat demi perbaikan wajah pendidikan Indonesia di masa depan.

Hal tersebut diungkapkan seorang relawan Sokola Rimba, Muhammad Akbar Kurniawan menanggapi momentum Hari Pendidikan Nasional di Makassar, Kamis.

"Hal utama yang harus dibenahi pemerintah ialah kurikulum. Kurikulum yang berlaku saat ini tidak mengakomodasi semua peserta didik di Indonesia," ucap mahasiswa S2 Universitas Hasanuddin.

​​​​​Akbar yang pernah berada di antara masyarakat di wilayah terpencil hingga pesisir, mengungkapkan, di Indonesia masih ada segelintir masyarakat yang pola hidupnya lebih ekstrim dari masyarakat 3T (Terluar, Tertinggal dan Terdepan) yakni masyarakat adat.

Mereka, menurut Akbar, selama ini menjaga 80 persen keanekaragaman hayati tetapi ironisnya masih jauh dari kemerdekaan pendidikan.

"Mereka butuh kurikulum khusus untuk masyarakat adat yang hampir serupa dengan kurikulum atau pendidikan yang kontekstual," katanya.

Tidak hanya itu, Akbar mengingatkan kepada pemerintah bahwa kondisi demografis masyarakat di berbagai wilayah Indonesia tidaklah merata dengan kultur budaya masing-masing, sehingga hal ini seharusnya menjadi pertimbangan dalam perumusan kurikulum pendidikan.

"Negara kita terdiri dari beberapa daerah dan beragam suku yang tentu butuh kurikulum yang beragam pula tidak boleh disamaratakan," ungkap guru relawan Sakola Institute yang dulunya disebut Sakola Rimba.

Berdasarkan pengalaman pria yang pernah bermukim di wilayah adat Amma Toa Kabupaten Bulukumba ini, pemerintah harus lebih aktif menjemput bola dengan mendatangi peserta didik di daerah-daerah isolir. 

"Sejatinya, pendidikan harus datang ke mereka, bukan mereka yang mendatangi pendidikan atau sekolah. Apalagi dengan akses sulit dan waktu tempuh yang lama, pasti akan berpengaruh pada kesehatannya," ucap mantan kordinator program Sakola Institute.

Baca juga: Pendidikan keaksaraan jangkau masyarakat adat
Baca juga: Anak Suku Polahi di pedalaman Gorontalo ingin bisa sekolah
Baca juga: Ketika pemuda memilih jadi relawan

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019