• Beranda
  • Berita
  • 43 jiwa melayang di perlintasan KA Sumbar lima tahun terakhir

43 jiwa melayang di perlintasan KA Sumbar lima tahun terakhir

3 Mei 2019 16:44 WIB
43 jiwa melayang di perlintasan KA Sumbar lima tahun terakhir
Kepala Dinas Perhubungan Sumbar Heri Nofiardi bersama Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumatera Bagian Barat, Catur Wicaksono di Padang. (ANTARA SUMBAR/ Miko Elfisha)
Sebanyak 43 jiwa melayang dan menjadi korban dalam kecelakaan lalu lintas di perlintasan kereta api di Sumatera Barat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

"Jumlah korban itu jangan sampai terus bertambah akibat kelalaian saat berada di perlintasan kereta api," kata Kepala Dinas Perhubungan Heri Nofiardi di Padang, Jumat.

Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah maupun operator untuk meminimalkan kecelakaan di perlintasan, diantaranya dengan penambahan rambu, hingga rencana membangun jalan kolektor. Namun, keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala sehingga upaya itu harus dilakukan secara bertahap.

Padahal pergerakan kereta api di Sumbar sudah meningkat sejak beberapa tahun terakhir. Awalnya kereta api yang diaktifkan hanya kereta wisata Padang-Pariaman, karena jumlah pengguna terus meningkat maka jumlah pergerakan kereta api juga bertambah hingga saat ini telah mencapai 20 kali perhari.

Ia berharap Gerakan Nasional Keselamatan bisa menjadi salah satu upaya untuk meminimalkan kecelakaan lalu lintas di perlintasan kereta api.

Berdasarkan data Jasa Raharja setempat, sejak 2014 terjadi 112 kecelakaan lalu lintas di perlintasan kereta api di Sumbar dengan korban meninggal dunia mencapai 43 orang dan luka-luka 69 orang.

Korban meninggal terbanyak terjadi pada 2016 yaitu 14 orang dan yang paling sedikit pada 2014 yaitu empat orang.

Sementara itu Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumatera Bagian Barat, Catur Wicaksono menyebut saat ini terdata 473 titik perlintasan kereta api di Sumbar.

Dari jumlah itu hanya 56 perlintasan resmi yang memiliki penjaga, sementara sisanya adalah perlintasan resmi yang tidak ada penjaga dan perlintasan liar.

Gerakan Nasional lebih difokuskan pada perlintasan resmi tetapi belum ada penjaga sehingga dibutuhkan peran pihak terkait untuk bisa mengelola supaya tidak ada terjadi kecelakaan.

Catur menyebut sosialisasi yang dilakukan dalam Gerakan Nasional adalah program jangka pendek. Program itu dilanjutkan hingga jangka menengah dan jangka panjang.*


Baca juga: Terobos perlintasan kereta, dua pengendara motor meninggal dunia

Baca juga: Meminimalisasi kecelakaan di perlintasan sebidang


 

Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019