Apalagi jika yang melintas kereta angkutan batubara rangkaian panjang atau babaranjang yang mencapai 40 hingga 60 gerbong, waktu tunggu bisa mencapai 15 menit, belum lagi jika terjadi persoalan lain, kian menambah lama waktu menunggu.
Pemandangan seperti itu sering kali terlihat di jalan raya padat kendaraan yang bersinggungan langsung dengan rel kereta api, seperti di Jalan Sultang Agung Kota Bandarlampung.
Jika ada kereta api terutama babaranjang melintas, arus kendaraan antre hingga ratusan meter menanti sang "pemilik" jalan melintas.
Terkait dengan persoalan tersebut, Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. cukup merespons, setidaknya sudah membuat satu jalan layang di Jalan Gajahmada Pahoman. Namun, ada satu lokasi lagi yang cukup menjadi perhatian yakni perlintasan di Jalan Sultan Agung Kedaton.
Herman pun bersikap. Ia mengaku menunggu janji PT KAI yang ingin membangun underpass di perlintasan rel dan Jalan Sultan Agung Bandarlampung guna mengatasi kemacetan di tempat itu.
Kala menjamu tim Antara di ruang rapat kantornya beberapa waktu lau, dia mengatakan di lokasi tersebut sangat rawan kemacetan hingga kini.
Dahulu KAI sempat mengutarakan ingin membangun underpass sehingga kendaraan tetap bisa melaju manakala ada kereta yang melintas.
Disinggung apakah Pemkot Bandarlampung ingin membangunnya, menurut dia, tidak dalam waktu dekat ini dan masih menanti janji dari pihak PT KAI untuk merealisasikannya.
Warga Bandarlampung yang kerap melintas di Jalan Sultan Agung sangat berharap segera ada solusi untuk mengatasi kemacetan terutama di persimpangan rel kereta api apalagi ketika kereta lewat.
Beni misalnya, mengaku hampir setiap hari kalau berangakat bekerja melintas di tempat itu, ketika ada kereta apalagi pengangkut batubara berhenti hingga beberapa menit. Ini harus segera dicarikan pemecahannya.
Persoalan perlintasan sebidang tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dan warga Kota Bandarlampung, namun juga oleh seluruh kabupaten/kota yang dilintasi rel kereta api di Wilayah Lampung, seperti Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten Waykanan.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Waykanan mengusulkan kepada Dirjen Perkeretaapian melalui Kantor Satuan Kerja Kereta Api wilayah Lampung-Palembang untuk membuat palang pintu perlintasan kereta api.
Kepala Dinas Perhubungan Waykanan Akhmad Odany mengusulkan kepada Dirjen Perkeretaapian agar bisa membuat palang pintu kereta api di jalur resmi. Rencananya tahun depan sudah mulai dikerjakan.
Pemerintah Kabupaten Waykanan melalui Dinas Perhubungan telah mengusulkan dua titik untuk dibangun palang pintu perlintasan kereta api, yaitu di perlintasan Way Tuba dan Negeri Agung yang semuanya sudah diusulkan dan rencananya dikerjakan tahun depan.
Mereka hanya memiliki hak untuk mengusulkan, sedangkan untuk pembangunan semuanya wewenang Kementerian Perhubungan dalam hal ini Dirjen Perkeretaapian.
Odany menjelaskan Pemerintah Kabupaten Waykanan menyiapkan tenaga penjaga palang pintu, yaitu masing-masing empat orang yang dibagi menjadi dua sif.
Bila satu palang pintu dijaga oleh empat orang maka yang dibutuhkan yaitu delapan orang yang sudah berpengalaman dan mengetahui tentang palang pintu perlintasan tersebut.
Namun, tidak bisa sembarangan merekrut anggota untuk menjaga palang pintu karena ini menyangkut nyawa orang lain. Bila lalai maka penjaga itu sendiri yang mendapatkan hukuman. Makanya akan dicari yang sudah berpengalaman dan memahami.
Selain mengusulkan untuk pembuatan palang pintu perlintasan kereta api, Dinas Perhubungan Waykanan juga mengusulkan penutupan sejumlah perlintasan tidak sebidang (ilegal) karena dapat membahayakan pengendara saat melintas.
Perlintasan Ilegal
PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional IV Tanjungkarang menyatakan terdapat 119 perlintasan ilegal atau liar serta 38 perlintasan yang terjaga berpalang di sepanjang jalur wilayahnya.
Manajer Humas PT KAI Divre IV Tanjung Karang Sapto Hartoyo menjelaskan masih banyaknya perlintasan liar dapat membahayakan para pengendara roda dua dan empat yang sering melintas, karena tidak ada pengaman seperti penjaga dan palang pintu.
Sapto mengimbau seluruh pengendara agar selalu berhati-hati, khususnya yang sering melintas di perlintasan liar tanpa ada palang pintu dan penjaganya.
Sapto juga menyampaikan dari total 38 perlintasan terjaga berpalang ini, dibagi menjadi dua, yaitu yang dijaga pihak PT KAI berjumlah 20 palang pintu dan dijaga Dinas Perhubungan (Satker) berjumlah 18 palang pintu.
Jumlah perlintasan kereta api yang berpalang akan bertambah bila pemerintah kabupaten/kota mengusulkan ke Ditjen Perkeretaapian untuk membangun palang pintu perlintasan tersebut.
Karena itu, dia mengajak Dinas Perhubungan kabupaten dan kota untuk bisa meengusulkan pembangunan palang pintu perlintasan kereta api tersebut.
Selain ada 119 perlintasan ilegal, Divre IV Tanjungkarang juga mencatat 60 perlintasan tidak berpalang dan tidak terjaga, dua perlintasan dibangun oleh perusahaan atau swasta, enam jalan layang dan dua terowongan.
Selain dijaga oleh pihak PT KAI dan Dishub, perusahan atau swasta juga membangun dua palang pintu perlintasan kereta api yang langsung dijaga petugas dari perusahaan tersebut.
Jadi, semua pihak ikut berperan untuk bisa meningkatkan keselamatan di perlintasan kereta api dengan membangun dan menempatkan petugas perusahaan untuk menjaganya.
Selain itu, PT KAI Divisi Regional (DIvre) IV Tanjungkarang berencana menutup 10 perlintasan ilegal sampai akhir 2018.
Pihaknya memiliki program Quick Wins. "Dengan program ini kita dapat menutup perlintasan liar di wilayah Divre IV Tanjungkarang," ujar dia.
Program Quick wins merupakan arahan dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melalui Dirjen Perkeretaapian agar bisa menutup perlintasan liar atau cikal bakal perlintasan.
Program Quick Wins ada tiga tahapan dan setiap tahunnya jumlah perlintasan liar atau cikal bakal perlintasan wajib ditutup karena dapat membahayakan para pengendara.
Dengan adanya penutupan perlintasan ilegal ni dapat mengurangi jumlah angka kecelakaan yang dapat memimbulkan korban hingga meninggal dunia.
Sekadar informasi, Quick Wins pada 2017 atau tahap pertama berhasil menutup 28 perlintasan tidak resmi di Divre IV Tanjungkarang.
Jalan Layang
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengimbau agar pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota untuk membangun jalan layang dan under pass di perlintasan sebidang kereta api guna mengurangi angka kecelakaan roda empat dan dua.
Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan sesuai UU Perkeretaapian idealnya dibuat tidak sebidang. Perlintasan sebidang memungkinkan ada, jika area tersebut jalur dengan frekuensi perjalanan KA rendah dan arus lalu lintas jalan rayanya pun tidak padat.
Pembangunan prasarana perkeretaapian merupakan wewenang penyelenggara prasarana perkeretaapian dalam hal ini pemerintah pusat, provinsi atau kabupaten dan kota.
Sesuai dengan Pasal 94 UU Nomor 23 Tahun 2007 bahwa untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup.
Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Aturan serupa juga ada di PP Nomor 56 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pelintasan sebidang. Pasal 79 menyebutkan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang.
Jikalau berdasarkan hasil evaluasi ada perpotongan yang seyogianya harus ditutup, maka pemerintah sebagaimana disebut di atas dapat menutupnya.
Kini, tinggal bagaimana respons pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota untuk menganggarkan atau mencari solusi guna mengatasi persoalan di perlintasan sebidang seperti membuat palang pintu, under pass, atau pun jalan layang, demi kenyamanan dan keselamatan warga yang melintas baik pejalan kaki maupun menggunakan kendaraan.*
Baca juga: Perlintasan kereta api jalur Cijapati tanpa palang pintu
Baca juga: KAI Cirebon tutup 40 perlintasan liar
Pewarta: Triono Subagyo
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018