"Bali begitu dikenal wisatawan mancanegara dengan modal budaya itu dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan herbal bagi pengobatan dan kecantikan, yang tentu juga dapat menambah daya tarik Bali bagi pelancong," tutur Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Daerah Bali Dr.Ir. I Gede Ngurah Wididana, M. Agr (58).
Bagi pria enerjik yang akrab disapa Pak Oles yang dalam keseharian menjabat sebagai Direktur Utama PT Karya Pak Oles Group itu, Bali sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia dapat dijadikan modal untuk mendorong pengembangan herbal dan kosmetik yang kini mulai dikembangkan secara lebih intensif.
Pemerintah daerah setempat juga telah mengimbangi dengan komitmen untuk mengembangkan potensi pengobatan tradisional melalui program Pengembangan Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO).
Selain itu, mengembangkan tanaman obat menjadi produk yang bermutu sekaligus menunjang taraf kesehatan tradisional serta meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi Bali.
"Pengembangan obat tradisional, termasuk herbal dan kosmetik, itu digali dari lontar," katanya dalam seminar bertema 'Perkembangan Herbal Dalam Dunia Pengobatan dan Kecantikan' bersama dua pembicara lain, yakni Kepala Balai BPOM Bali Dra. I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, Apt, dan Ketua Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional Bali dr Tjokorda Gde Dharmayuda, SP.PD, KHOM.
Bahkan, Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar telah mengembangkan "Griya Sehat Ayurveda" yang memadukan ilmu pengobatan Ayurveda dengan Usada Bali.
"Fungsi Griya Sehat itu selain untuk pengobatan tradisional juga sebagai tempat pendidikan, karena Unhi Denpasar memiliki Program Studi Kesehatan Tradisional satu-satunya di Indonesia," kata Rektor Unhi Prof Dr drh I Made Damriyasa.
Melalui Griya Sehat itu, ia ingin menghidupkan kembali tradisi pengobatan tradisional yang menggunakan sumber bahan-bahan alami dari tanaman obat-obatan sehingga tidak ada efek sampingnya.
Hal itu dibenarkan Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Bali Dra. I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, Apt. "Indonesia, termasuk Bali, merupakan salah satu dari lima negara memiliki tanaman obat paling banyak di dunia yakni Brasilia, China, Thailand, Yunani dan Indonesia," katanya.
Di Indonesia terdapat sekitar 11.040 jenis tanaman obat dan sekitar 5.000 jenis di antaranya terdapat di Bali. Potensi tanaman obat-obatan tersebut dapat dikembangkan untuk dijadikan bahan baku produksi obat-obat herbal dan kosmetik.
Sebagai wanita Bali yang puluhan tahun meniti karier di Yogyakarta dan Batam, I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, menilai tanaman obat sangat berperan dalam menyediakan bahan baku berstandar yang bermutu dan berkelanjutan.
Budidaya tanaman obat, sangat diperlukan untuk berbagai jenis tanaman obat sebagai bahan baku, seperti yang selama ini dilakukan PT Karya Pak Oles Tokcer, satu-satunya Industri Obat Tradisional yang ada di Bali.
Pasar Mancanegara
Pak Oles sebagai perusahaan swasta nasional yang memiliki cabang di berbagai darah di Indonesia itu menyerap ribuan tenaga kerja itu mengembangkan obat-obatan tradisional "Minyak Oles Bokashi" yang belasan jenis produknya telah menembus pasaran lokal, nasional, bahkan mancanegara.
"Semua itu hendaknya dapat menjadi pemicu dan pendorong bagi tumbuhnya perusahaan baru yang bergerak dalam bidang pengadaan obat tradisional, mengingat pemerintah telah memberikan kemudahan regulasi obat tradisional," kata I Gusti Ayu Adhi Aryapatni.
Pihaknya bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat dan instansi terkait sanggup memberikan pembinaan kepada usaha-usaha baru skala rumah tangga serta kemudahan dalam bidang perizinan penyaluran produksi.
Dengan upaya itu, ia mengharapkan mampu menumbuhkan usaha wiraswasta yang bergerak dalam usaha obat-obatan tradisional, kosmetik, maupun ketahanan pangan.
Pengobatan herbal itu didukung Ketua Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional Daerah Bali dr Tjokorda Gde Dharmayuda, SP.PD, KHOM. Pihaknya merangkul seluruh elemen untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
Pengobatan herbal sebagai upaya pencegahan perlu diimbangi dengan kreasi dan inovasi, mengutamakan kesadaran yang dilandasi kasih sayang, sehingga masyarakat merasa sehat dan nyaman, karena kesadarannya mulai bangkit, termasuk menggunakan pengobatan herbal untuk pencegahan.
Oleh karena itu, ikhtiar yang dilakukan Gede Ngurah Wididana (Pak Oles) dalam merintis usaha dari nol sejak tahun 1990 itu patut diapresiasi.
Usaha Pak Oles itu dijalani setelah menyelesaikan pendidikan di Jepang yakni Program S-2 Faculty Agriculture University of The Ryukyus mengembangkan usaha yang berbasis obat-obatan tradisional.
Ayah dari dua putra dan dua putri itu juga mengembangkan usaha dengan meluncurkan produk kosmetik khas Bali bermerek "Bali Stuti" sebagai produk baru yang ramah lingkungan mengedepankan keindahan dan kedamaian bagi konsumennya.
Sebagai salah satu perusahaan besar yang juga berbasis jamu itu, produk kosmetik Bali Stuti diproduksi sesuai kebutuhan konsumen yang menginginkan adanya produk kecantikan yang bernuansa Bali, sekaligus menarik minat wisatawan mancanegara
Produk kosmetik dari olahan berbagai tanaman yang ramah lingkungan diproses melalui teknologi canggih didukung sumber daya manusia yang profesional. Upaya dan terobosan yang dilakukan itu untuk meningkatkan produksi aneka jenis obat-obatan tradisional guna mendukung program pemerintah meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas.
Makna Bali Stuti sebagai doa (stuti) atau harapan masyarakat Bali yang selalu mendambakan kedamaian dan keindahan dalam tubuhnya (bhuwana alit) dan alam semesta (bhuwana agung).
Keindahan dan kedamaian itu awalnya harus berasal dari dalam diri setiap insan, dengan menjaga serta merawat keindahan atau kecantikan dan kedamaian, sehingga dari Pulau Dewata gemakan filosofi Bali Stuti ke seluruh Nusantara dan mancanegara.*
*) IK Sutika adalah penulis lepas yang tinggal di Bali.
Baca juga: Klinik Mobil Herbal bawa Argitha ikuti mahasiswa berprestasi 2019
Baca juga: Mahasiswa UB Malang ciptakan serum herbal antiaging wajah
Pewarta: IK Sutika *)
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019