Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menilai skema bantuan pangan nontunai (BNPT) lebih efektif ketimbang skema lama yaitu beras sejahtera (rastra), sehingga jangan ada wacana mengembalikan BNPT menjadi rastra.BPNT juga bermanfaat untuk menumbuhkan nilai-nilai kewirausahaan
"Penerima manfaat BPNT pada akhirnya memiliki keleluasaan untuk mendapatkan beras dengan kualitas yang diinginkan. Walaupun jumlah beras yang didapatkan bisa jadi lebih sedikit, penerima bantuan juga bisa mendapatkan telur. Selain itu, bantuan yang mereka dapatkan juga bisa dipakai untuk membiayai kebutuhan keluarga yang lain, misalnya untuk pendidikan," katanya di Jakarta, Kamis.
Ilman menjelaskan, penerima rastra mendapatkan jatah 10 kilogram beras per bulan, sedangkan BPNT disalurkan lewat rekening (nontunai) berupa dana sebesar Rp110.000 per bulan.
Saldo dalam rekening ini, lanjutnya, kemudian bisa dicairkan di e-warung tertentu yang sudah ditunjuk pemerintah, serta pengelola e-warung dibebaskan untuk menjual beras dari Bulog atau beras jenis premium.
Sementara itu penerima manfaat bisa mencairkan bantuan tersebut di e-warung terdekat dan juga untuk jenis beras yang dijual di situ.
Selain itu, ujar dia, penyaluran BPNT juga berkontribusi pada proses literasi keuangan di masyarakat, antara lain karena penerima bantuan akan diberikan akses kartu ATM dari bank yang bekerja sama dalam program ini dan belajar mengelola dana yang ada di dalamnya.
"BPNT juga bermanfaat untuk menumbuhkan nilai-nilai kewirausahaan karena menumbuhkan koperasi dan unit-unit usaha baru di suatu wilayah," ucap Ilman.
Sebelumnya, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menargetkan bantuan pangan rastra bertransformasi seluruhnya ke BPNT
pada Juli 2019.
"Rastra tahun ini akan ditransformasikan jadi BPNT. Juli nanti target kita semua sudah bertransformasi," kata Agus pada 21 Maret 2019.
Agus mengatakan, persiapan terkait transformasi tersebut sudah baik, hanya ada hambatan terkait jaringan internet karena sejumlah daerah masih belum terjangkau internet.
Terkait daerah yang belum terjangkau internet atau memang sulit aksesnya, maka akan disiapkan kebijakan-kebijakan khusus terkait dengan penyaluran BPNT, kata Agus.
BPNT bermula dari subsidi raskin (beras miskin) dan berubah menjadi subsidi rastra
pada 2016 dengan target semula rumah tangga menjadi keluarga.
Pada 2017 subsidi rastra ditransformasikan menjadi BPNT secara bertahap dimulai di 44 kota dan ditransformasikan seluruhnya pada 2018 menjadi bantuan sosial pangan yang terdiri atas bantuan (BPNT) dan bansos
rastra.
Perbedaan BPNT dengan bansos rastra yaitu BPNT disalurkan melalui rekening sebesar Rp110 ribu setiap bulan sementara rastra mendapatan 10 kg beras per bulan gratis atau tanpa biaya tebus.
Keluarga penerima manfaat (KPM) BPNT bisa berbelanja di e-warung gotong royong (e-warong) untuk beras dan telur serta bebas memilih jenis dan kualitas barang.
Bansos pangan pada 2015 menjangkau 15.530.897 KPM dengan anggaran Rp22,1 triliun. Pada 2016 juga menyasar jumlah KPM yang sama dengan anggaran Rp22,5 triliun.
Pada 2017, mulai bertransformasi menjadi BPNT dengan jumlah 1.286.194 KPM dengan anggaran Rp1,698 triliun dan penerima subsidi rastra sebanyak 14.332.212 KPM dengan anggaran Rp19,79 triliun.
Pada 2018, 10 juta KPM BPNT dan 5.600.000 penerima bansos rastra dengan anggaran Rp20,592 triliun serta pada 2019 menyasar 15.600.000 KPM BPNT dengan anggaran Rp20,592 triliun.
Baca juga: Mensos targetkan transformasi rastra ke BPNT seluruhnya Juli 2019
Baca juga: Mensos: kalau beras di e-warong jelek jangan dibeli
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019