"Kami ada 'PR' di kisaran 170 ribu bidang tanah, terus mau kita selesaikan sampai 2021, target kita 2021 selesai minimum sudah terproses meski belum terbit sertifikatnya," kata pelaksana tugas (plt) Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Bantul Isa Budi Hartomo di Bantul, Minggu.
Menurut dia, seluruh bidang tanah di Bantul yang belum tersertifikasi saat itu tersebar di 17 kecamatan yang meliputi semua jenis status tanah, baik tanah hak milik, tanah desa, tanah pemerintah daerah hingga tanah Sultan atau Sultan Ground.
Ia mengatakan, program sertifikasi tanah di Bantul sudah mulai sejak 2017 sehingga hingga 2019 sudah merupakan tahun ketiga. Dengan demikian, 'PR' yang sekitar 170 ribu bidang tanah tersebut hingga tahun ini sebagian besar sudah tergarap.
Sertifikasi tanah itu melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), program Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN. Program ini merupakan pendataan tanah yang belum bersertifikat kemudian menerbitkan sertifikat gratis untuk masyarakat.
"Tahun pertama itu kurang lebih 30 ribuan bidang tanah, kemudian tahun lalu sekitar 70 ribu bidang, tahun ini target kita hampir 60 ribu bidang tanah, jadi sudah tergarap, bahkan kalau hitung-hitungan saya sekarang ini tinggal 20 ribuan bidang tanah," katanya.
Namun demikian, kata dia, karena dalam proses penyertifikatan tanah ini terkadang menemui kendala di lapangan karena masalah administrasi akibat tanah turun waris, kemudian tanah yang tidak jelas kepemilikannya.
"Tim akan turun untuk melakukan pendataan terus, karena mungkin masih ada bidang tanah yang belum terdaftar, dan yang belum masuk itu pada 2020 akan kami clearkan data sekaligus kita diselesaikan diangka 20 ribuan bidang tanah itu," katanya.
Dengan demikian, kata dia, pada 2021 semua bidang tanah sudah terproses untuk penerbitan sertifikat. Untuk melaksanakan program tersebut, pihaknya bersinergi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantul sebagai lembaga yang menerbitkan sertifikat.
"Di 2021 itu selesai, semua tanah dirapikan, yang sengketa bisa dirampungkan, minimal sudah diukur meski sertifikat belum terbit, karena (memproses) sertifikat itu kalau bukti hukumnya kurang tepat rawan digugat, tentu kami dengan Pertanahan (BPN) solid," katanya.
Baca juga: Berbekal sertifikat tanah, warga lereng Merapi kembangkan parwisata
Baca juga: Sumsel tercepat dalam capaian reforma agraria
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019