Rencana Pertamina melakukan investasi di 98 proyek eksplorasi dan pengembangan sektor hulu migas tahun ini dengan biaya investasi mencapai 1,9 miliar atau setara Rp27,4 triliun mendapat dukungan berbagai kalangan.Investasi ini harus menyentuh kebutuhan minyak kita, dan mampu mengurangi impor minyak.
Guru Besar Ekonomi Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Hamid Paddu mengatakan, langkah Pertamina ini sangat diperlukan mengingat neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 mengalami defisit 2,5 miliar dolar AS atau setara Rp36 triliun.
"Defisit neraca perdagangan per triwulan I sebesar 2,5 miliar dolar, di mana sektor migas menyumbang sebesar 1,5 miliar dolar AS. Berdasarkan angka ini tentu kita masih butuh pengembangan sektor migas, khususnya di hulu," kata Hamid melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Menurutnya, dalam jangka menengah, investasi tersebut mampu menguatkan produksi migas nasional, serta memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan.
"Investasi ini harus menyentuh kebutuhan minyak kita, dan mampu mengurangi impor minyak," katanya.
Selain itu, lanjutnya, investasi ini juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen.
Hamid berharap investasi pengembangan eksplorasi pengelolaan migas bisa dikelola secara baik efisien, mengingat pengelolaan sektor migas tak pernah lepas dari persoalan. Apalagi, lanjutnya, dana yang digunakan tak sedikit dan bersumber dari pinjaman.
"Investasi ini harus dikelola secara efisien dan tidak sama dengan masa lalu agar tidak merugi," katanya.
Sebelumnya, Pertamina menyatakan, optimistis menyelenggarakan 98 proyek eksplorasi dan pengembangan hulu migas di Indonesia pada 2019 dengan biaya investasi yang dianggarkan pada tahun ini mencapai 1,9 miliar dolar AS atau setara Rp27,4 triliun.
Bahkan, komitmen investasi sektor hulu tersebut, menjadi agenda prioritas BUMN tersebut pada 2019. Hal ini dibuktikan dengan nilai investasi sektor hulu secara keseluruhan yang mencapai sekitar 2,6 miliar dolar AS atau sekitar 60 persen dari keseluruhan investasi Pertamina pada RKAP tahun 2019 yang mencapai 4,2 miliar dolar AS.
Seluruh proyek tersebut dilaksanakan oleh anak usaha di sektor hulu migas Pertamina yang beroperasi di Indonesia. Proyek tersebut terdiri atas 47 proyek dilaksanakan oleh Pertamina EP, 29 proyek oleh PHE, 19 proyek oleh PHI, 2 proyek oleh PEPC, dan 1 proyek oleh PEPC ADK.
Proyek-proyek migas tersebut meliputi kegiatan untuk mempertahankan base production seperti kegiatan pemboran, konstruksi fasilitas produksi, dan pengembangan struktur temuan migas.
Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, investasi yang dilakukan Pertamina akan membuat defisit perdagangan menjadi berkurang, namun perlu waktu yang cukup untuk memperbaiki.
Untuk melakukan investasi ini Pertamina bisa menerbitkan surat utang (bond) dengan bunga yang cukup tinggi. Sebagai alternatif lain, perusahaan migas negara ini juga bisa menggunakan skema foreign direct investment atau investasi asing langsung untuk jangka panjang.
"Kalau melakukan eksplorasi berarti ada investasi dengan menerbitkan bond. Ini akan membuat defisit anggaran jadi berkurang. Kalau ada foreign direct investment juga bisa digunakan sebagai alternatif lainnya," katanya.
Baca juga: Genjot hulu migas, Pertamina investasi 2,5 miliar dolar AS pada 2019
Pewarta: Subagyo
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019