Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk normalisasi sungai sebagai upaya pengendalian banjir di sejumlah daerah, kata Anggota Komisi V DPR RI Rendy Affandi Lamadjido.Jika ini tidak dilakukan secara utuh, apa yang terjadi (banjir) di Sulawesi Tenggara tidak menutup kemungkinan bisa dialami semua provinsi.
Rendy Affandi Lamadjido dalam rilis di Jakarta, Kamis, mengusulkan peningkatan anggaran Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR untuk normalisasi sungai.
Menurut Rendy, normalisasi sungai dan pelebaran sungai sangat penting untuk pemugaran DAS yang mengalami sedimentasi. Selain itu, ujar dia, normalisasi dapat mencegah datangnya banjir tahunan.
"Jika ini tidak dilakukan secara utuh, apa yang terjadi (banjir) di Sulawesi Tenggara tidak menutup kemungkinan bisa dialami semua provinsi," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI Ridwan Bae meminta Pemerintah untuk segera membenahi wilayah yang terdampak banjir di Kabupaten Konawe Utara, Konawe Selatan dan Kolaka Timur di Sulawesi Tenggara.
"Kami minta ada perhatian khusus dari pemerintah untuk menangani persoalan banjir ini. Sebelumnya saya meminta tujuh kementerian, termasuk Kementerian PUPR untuk datang dan melihat secara langsung dampak banjir," ujar Ridwan.
Curah hujan tinggi yang mengguyur Konawe selama beberapa hari menyebabkan banjir dan merendam sedikitnya 69 desa.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan perubahan iklim menjadi tantangan dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia.
Pergeseran dan perubahan masa musim hujan dan kemarau, lanjutnya, serta pola hujan dengan durasi pendek namun intensitasnya tinggi kerap mengakibatkan banjir.
"Saya mengajak semua pihak untuk menjaga daerah tangkapan air melalui penghijauan kembali dan menahan laju alih fungsi lahan," kata Menteri Basuki.
Kementerian PUPR juga tengah membangun prasarana pengendali banjir Tukad (sungai) Mati yang mengalir di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Ia memaparkan, program penataan dan normalisasi sungai atau Tukad Mati tersebut akan memberi manfaat dalam mengurangi risiko bencana banjir di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, termasuk area Kuta, Seminyak, dan Legian yang juga menjadi pusat kegiatan pariwisata internasional.
Tukad Mati merupakan aliran sungai yang tidak memiliki pusat mata air yang memiliki fungsi utama sebagai drainase wilayah perkotaan, yang membelah sebagian Denpasar dan Kabupaten Badung dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 39,43 km persegi dan panjang sungai utama 22,49 km.
Selama ini banjir diakibatkan oleh Tukad Mati yang tidak dapat menampung debit air hujan sehingga meluap dan menggenangi wilayah sekitarnya, ditambah terjadinya air rob dari muara. Tukad Mati itu sendiri memiliki area genangan seluas 94 Ha dengan tinggi genangan sampai 2 meter dengan lama genangan air cukup lama yakni sekitar 4-6 jam.
Pembangunan prasarana pengendalian banjir Tukad Mati yang dilakukan Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Bali Penida Ditjen Sumber Daya Air (SDA) dibagi dalam dua segmen, yakni Tukad Mati Hilir dan Tengah. Pelaksanaan proyeknya dikerjakan secara bertahap melalui kontrak tahun jamak (multi years) yang ditargetkan selesai pada 2019.
Baca juga: Empat kecamatan di Konawe Utara masih terisolasi akibat banjir
Baca juga: Sulawesi Tenggara tetapkan masa tanggap darurat bencana 14 hari
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019