Sebagian pemrotes membawa karangan bunga anyelir putih, sementara yang lain memegang spanduk yang bertuliskan, "Jangan tembak, kami warga Hong Kong", sementara mereka berusaha menghindari terulangnya kembali kerusuhan yang mengguncang pusat keuangan itu pada Rabu (12/6), ketika polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata.
Relawan pemberi bantuan pertama bergegas ke lokasi saat sebagian pemrotes pingsan sementara temperatur mencapai 30 derajat Celsius, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad sore. Yang lain membagikan air dan pendukung sewaktu mereka meninggalkan Victoria Park untuk berpawai ke kantor pemerintah.
Kerumunan massa bersorak ketika penyelenggara melalui pengeras suara menyeru pemimpin Hong Kong Carrie Lam agar mundur.
Lam, yang didukung Beijing, pada Sabtu (15/6) menunda tanpa batas waktu rancangan undang-undang ekstradisi yang dapat mengirim orang ke China Daratan untuk menghadapi pengadilan, dan menyatakan "penyesalan serta kepedihan yang dalam", walaupun ia tidak sampai meminta maaf.
Perubahan tersebut adalah salah satu perubahan politik paling penting oleh Pemerintah Hong Kong sejak Inggris mengembalikan wilayah itu kepada China pada 1997, dan itu mencuatkan pertanyaan mengenai kemampuan Lam untuk terus memimpin kota tersebut.
"Carrie Lam menolak untuk minta maaf kemarin. Itu tak bisa diterima," kata Catherine Cheung (16). "Ia adalah pemimpin yang mengerikan yang penuh kebohongan ... saya kira ia hanya menunda RUU sekarang untuk menipu kami menjadi tenang."
Baca juga: Puluhan ribu orang diperkirakan menuntut pemimpin Hong Kong mundur
Baca juga: Kemlu China: Urusan Hong Kong adalah masalah internal
Baca juga: Beijing hormati keputusan Hong Kong tangguhkan RUU Ekstradisi
Sumber: Reuters
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019