Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua anggota Komisi VI DPR RI sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap terkait kerja sama di bidang pelayaran PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).Diduga Asty memberikan suap sekitar 158 ribu dolar AS dan Rp311 juta yang diberikan dalam beberapa tahap, sejak Mei 2018 hingga 27 Maret 2019
Dua anggota Komisi VI DPR RI itu, yakni Inas Nasrullah Dzubir dan Nasril Bahar. Keduanya dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Indung (IND) dari pihak swasta.
"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap dua anggota Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Dzubir dan Nasril Bahar sebagai saksi untuk tersangka IND terkait kasus suap kerja sama di bidang pelayaran PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dan penerimaan lain terkait jabatan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Adapun kerja sama bidang pelayaran tersebut untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.
Baca juga: Tersangka penyuap Bowo Sidik dilimpahkan ke penuntutan
Selain Indung, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (AWI).
Untuk Asty, berkas perkara dan dakwaan yang bersangkutan telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Sidang perdana Asty pun telah ditetapkan pada Rabu (19/6).
Diduga Asty memberikan suap sekitar 158 ribu dolar AS dan Rp311 juta yang diberikan dalam beberapa tahap, sejak Mei 2018 hingga 27 Maret 2019.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.
Baca juga: KPK dalami mekanisme kerja sama PT Pilog dan PT HTK
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di kantor PT Inersia di Jakarta.
Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus dan dua kontainer plastik yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang dengan total Rp8,45 miliar, diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019