"Ada sebanyak 35 hingga 45 wajib pajak, seperti hotel, restoran dan tempat hiburan yang akan kami pasang alat perekam transaksi usaha tersebut," kata Sekretaris Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Pontianak, Yaya Maulidia di Pontianak, Jumat.
Ia menjelaskan, pemasangan perangkat ini sebagai tindak lanjut Rencana Aksi Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Kopsurgah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dituangkan dalam sebuah nota kesepahaman tanggal 25 April 2019 lalu.
Ia menambahkan, sebagai tindak lanjut nota kesepahaman itu maka dituangkan dalam perjanjian optimalisasi pendapatan daerah bersama Bank Kalbar, yang mana Bank Kalbar akan menyediakan dan memasang sebanyak 35 alat monitor transaksi pajak tersebut.
"Tujuannya untuk memudahkan dalam memonitor transaksi harian WP, sekaligus menjadi instrumen untuk mengevaluasi laporan perhitungan pajak yang dilaporkan WP setiap bulannya," katanya.
Ia menambahkan, ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan, mulai dari sosialisasi, survei hingga pada pemasangan serta monitoring. Saat ini, lanjut Yaya, pihaknya sudah menggelar sosialisasi selama dua hari, tanggal 20-21 Juni 2019.
Dalam sosialisasi yang diikuti WP hotel, restoran dan tempat hiburan, pihaknya menyampaikan informasi terkait tujuan dan fungsi dari alat yang akan dipasang. "Selanjutnya, kami akan melakukan survei tanggal 25-27 Juni 2019 untuk memastikan metode apa yang akan diterapkan bagi masing-masing WP," ujarnya.
Survei akan dilakukan bersama Bank Kalbar dan PT Collega sebagai pihak ketiga, yang akan memasang alat tersebut. Survei ini dilakukan lantaran tiap-tiap WP berbeda dalam mengelola transaksi usahanya.
"Pasalnya, ada sejumlah WP yang tidak memiliki sistem atau aplikasi, dengan kata lain merekam transaksinya secara manual. Namun ada pula WP yang sudah menggunakan aplikasi atau cash register," katanya.
Yaya memaparkan, ada tiga jenis alat yang akan dipasang pada masing-masing tempat usaha, yakni i-POS, tapping box dan server data capture (web service). Ketiga jenis alat itu memiliki metode yang berbeda sehingga pemasangan alat akan menyesuaikan sistem transaksi yang digunakan WP.
"Kalau WP perekaman transaksinya secara manual, maka dia akan diterapkan i-POS. Kalau WP sudah menerapkan aplikasi atau cash register, maka kemungkinan akan dipasang tapping box karena tapping box nanti dihubungkan dengan cash register yang sudah dilengkapi monitor dan printer," paparnya.
Selain kedua metode itu, lanjut dia, ada pula WP yang mungkin menggunakan server atau sistem cloud dalam transaksi usahanya. Terhadap WP ini, metode pemasangan alat monitor yang diterapkan adalah server data capture (web service). "Jadi monitoring transaksi usaha WP bisa dilihat secara realtime dan bisa dimonitor oleh BKD setiap transaksi," ungkap Yaya.
Menurutnya, pemasangan alat monitor transaksi ini dilakukan secara bertahap. Dari 35 WP, 45 diantaranya akan dipasang alat yang disediakan oleh Bank Kalbar sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
Pemasangan alat monitor transaksi dari Bank Kalbar ini juga tersebar di kabupaten/kota yang ada di Kalbar, karena kebutuhan alat itu sangat besar, sehingga apabila ada kabupaten/kota yang tidak bisa dipasang di wilayahnya, maka kemungkinan akan dialihkan untuk Kota Pontianak. "Selain bantuan 35 alat dari Bank Kalbar, sisanya kita akan gunakan anggaran dari BKD," katanya.
Yaya menuturkan, dengan dipasangnya alat perekaman transaksi usaha WP ini sebagai komitmen pelaku usaha dalam transparansi dan akuntabilitas pelaporan data transaksi. "Kami berharap para WP mematuhi ketentuan ini," kata Yaya.
Baca juga: Wamenkeu ungkap empat strategi tingkatkan kepatuhan wajib pajak
Baca juga: Menkeu beri penghargaan pajak ke enam pengusaha terkemuka, ini nama-nama mereka
Baca juga: Wajib pajak restoran di Yogyakarta akan uji coba e-Tax
Pewarta: Andilala
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019