Radius bau sampah TPST semakin berkurang

21 Juni 2019 16:18 WIB
Radius bau sampah TPST semakin berkurang
Sejumlah pemulung mencari sisa sampah untuk dimanfaatkan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Selasa (7/5/2019). ANTARA/Shofi Ayudiana/aa
Masyarakat yang berdomisili di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, menganggap jangkauan radius bau sampah semakin berkurang.

"Beberapa tahun lalu hampir setiap hari baunya masuk ke rumah saya saat pagi, siang, dan malam. Tapi sejak akhir 2017, bau sampahnya hanya muncul saat gerimis saja," kata warga Kelurahan Cimuning, Kecamatan Mustikajaya, Arisanto (32), di Bekasi, Jumat.

Rumah Arisanto yang beralamat di RT02 RW04 berjarak sekitar 8 kilometer dari TPST Bantargebang.

Pria yang bekerja di perusahaan swasta Kota Bekasi itu baru merasakan aroma sampah yang cukup kuat saat terjadi gerimis.

Bau busuk sampah yang menyergap kawasan Cimuning biasanya terbawa oleh embusan angin.

"Sekarang ini tergantung tiupan anginnya, apalagi kalau terjadi gerimis. Kalau hujan lebat justru tidak terlalu bau sebab intensitas airnya lebih banyak," katanya.

Hal senada diungkapkan Lurah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Asep Mulyana.

"Sekarang ini bau sampahnya semakin berkurang, tapi jangkauan bau sampah tetap tergantung arah pergerakan angin. Semakin kencang anginnya mengarah ke kantor, semakin kuat baunya," katanya.

Asep mengatakan kualitas fisik truk sampah DKI yang rutin melintas di wilayahnya juga semakin membaik.

Jika pada 2017 mayoritas truk sampah masih menggunakan jenis konvensional bak terbuka, saat ini sebagian besar sudah mengadopsi compactor dengan bagian bak yang tertutup rapat.

Jenis compactor, kata Asep, lebih ramah lingkungan karena bak yang tertutup sehingga tidak meninggalkan air licit di jalan.

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) TPST Bantargebang pada Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan upaya meminimalisasi sebaran bau sampah dilakukan pihaknya melalui sejumlah cara.


"Di antaranya berupa coversoil. Kegiatan ini untuk menekan perkembangbiakan vector penyakit, mengurangi potensi longsor, mengurangi bau dan lebih berestetika," katanya.

Metode coversoil dilakukan dengan cara pemberian tanah di atas gundukan sampah untuk mengurangi polusi bau.

Selain itu, pihaknya juga telah memiliki tiga Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) berkapasitas tampung 20.800 meter kubik.

Asep menambahkan penyebaran bau sampah dari truk yang melintas di lingkungan penduduk juga dilakukan dengan penyediaan tempat pencucian truk sampah.

"Truk yang akan keluar dari TPST kita cuci dulu sampai bersih sehingga baunya tidak kemana-mana," ujarnya.

Bahkan rencana selanjutnya akan direalisasikan penanaman pohon yang mengitari setiap zona sampah untuk menghalau embusan angin.

"Kami sudah ada rencana penanaman pohon di sekitar TPST, namun tahun ini lahannya masih terbatas," katanya.

Baca juga: TPST Bantargebang akan penuh pada 2021

Baca juga: Mengatasi sampah dengan kemandirian teknologi bangsa

Baca juga: Empat fasilitas tekan 26 juta meter kubik sampah DKI

Baca juga: DKI bangun pusat studi persampahan nasional di Bantargebang


 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019