"Pertemuan informal dengan para pimpinan TNI sudah, insya Allah dalam waktu dekat kami akan bertemu dengan pimpinan TNI lagi untuk membicarakan prajurit TNI terpapar radikalisme," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPIP Hariyono, saat acara Rakornis dan Temu BPIP dengan Media Massa, di Bekasi, Jawa Barat, Jumat.
Kementerian Pertahanan sebelumnya menyebutkan sebanyak tiga persen prajurit TNI terpapar radikalisme dan tidak setuju dengan ideologi negara, Pancasila.
Ia mengaku pada dua pekan lalu, pihaknya sudah bertemu dengan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, namun belum membicarakan bagaimana proses internalisasi nilai-nilai Pancasila di jajaran prajurit TNI.
"Tapi, kami akan koordinasi lagi dengan jajaran TNI bagaimana sosialisasi nilai Pancasila bisa kita kembangkan bersama," ujarnya pula.
Menurut Hariyono, sangat mungkin terjadi prajurit TNI yang terpapar paham radikal itu ketika sekolah dasar hingga SMA tidak pernah merasakan mata pelajaran Pancasila. Kemudian, bertemu dengan tokoh agama yang langsung tertarik dengan ide-ide semacam itu.
"Dugaan saya, prajurit yang baru masuk terpapar paham radikalisme. Karena fakta di lapangan, banyak sarjana, jangankan diajak bicara tentang substansi Pancasila, sila Pancasila banyak yang tidak tahu," ujarnya pula.
Ia menambahkan, BPIP tidak bisa mengatasi masyarakat yang telah melakukan tindakan berbahaya karena paham radikal.
"Kalau terpapar akibat pemahaman itu mungkin bagian kami, tapi kalau mereka sudah melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan negara, itu bagiannya BNPT dan Densus 88," kata Hariyono.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pun mengaku prihatin dengan sekelompok tertentu yang ingin mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi khilafah negara Islam, bahkan ada prajurit TNI yang terpapar radikalisme.
"Saya sangat prihatin, dengan hasil pengamatan yang dilakukan Kementerian Pertahanan baru-baru ini, tentang Pancasila. Pancasila itu kan perekat negara kesatuan ini. Rusaknya Pancasila, rusaknya persatuan kita. Hilangnya Pancasila, berarti hilangnya negara ini," kata Menhan Ryamizard, saat halalbihalal di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (19/6).
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini pun mengungkapkan alasannya menyampaikan keprihatinan tersebut di tengah-tengah berkumpul para anggota TNI aktif dan para purnawirawan.
Ia pun berharap kehadiran para purnawirawan TNI dapat membantu mengurangi atau bahkan mengentaskan hal yang dianggapnya berbahaya itu.
"Mumpung kita berkumpul, ada sesepuh, bersama-sama bagaimana mengatasi Indonesia terhindar dari hal yang tidak diinginkan," ujarnya lagi.
Karena itu, dia meminta agar anggota TNI yang terpapar radikalisme kembali mengingat dan berpegang pada sumpah prajurit.
"Kita mengimbau supaya mereka menepati sumpah prajurit, menyatakan setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila. Sumpah, tidak boleh main-main dengan sumpah," katanya pula. Baca juga: BNPT sebut Kemkominfo berperan sentral cegah penyebaran paham radikal
Selain prajurit TNI yang tidak setuju dengan Pancasila, kata Ryamizard, sebanyak 23,4 persen mahasiswa setuju dengan negara Islam/khilafah, lalu ada 23,3 persen pelajar SMA.
"Sebanyak 18,1 persen pegawai swasta menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila, kemudian 19,4 persen PNS menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila, dan 19,1 persen pegawai BUMN tidak setuju dengan Pancasila," ujarnya lagi.
Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabesad) tengah melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertahanan terkait adanya prajurit TNI yang terpapar radikalisme dan tidak setuju dengan ideologi negara, Pancasila.
"Pak Menhan kan baru kemarin mengungkapkan kepada kami sebelumnya juga kami belum mendengar soal itu. Tapi hari ini kami langsung koordinasi dengan Kemenhan untuk mendapatkan detail dari temuan itu," kata Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, di Mabesad, Jakarta, Kamis (20/6).
Andika menegaskan, pihaknya pasti akan membuka diri dan melakukan evaluasi serta menindaklanjuti soal temuan itu agar ada perbaikan.
Jenderal bintang empat ini menegaskan untuk mengatasi persoalan radikalisme bukan hanya tugas dari TNI, melainkan semua komponen masyarakat.
"Ini bukan hanya tugas kami, tapi tugas semuanya. Semua kementerian/lembaga bahkan masyarakat, tokoh agama, masyarakat dan tokoh adat punya kewajiban membantu bagaimana caranya agar bisa dijauhkan dari paham radikal," katanya pula.Baca juga: Menkopolhukam: generasi muda rentan terpapar paham radikalisme
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019