Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mengatakan jaringan moda transportasi publik di Jakarta belum terhubung dengan struktur tata kota sehingga masih banyak masyarakat yang enggan untuk menggunakan transportasi umum.
Yayat mengatakan di Jakarta, Minggu, permukiman masyarakat semakin banyak bermunculan di Jakarta, atau yang juga disebut sebagai urban sprawl, sementara belum banyak yang berubah dari jaringan transportasi di Ibu Kota.
“Jaringan jalannya tetap begitu-begitu saja, sehingga ketika jaringan pelayanan dibuka, orang harus jadi dua sampai tiga kali (berpindah moda transportasi). Jadi betul-betul membuat orang harus keluarkan biaya dan waktu yang lebih banyak,” kata Yayat saat dijumpai usai acara diskusi bertajuk ‘Kesiapan Bus Listrik Mengaspal di Jakarta’.
Menurut dia, kesulitan masyarakat untuk beraktivitas menggunakan transportasi umum yang belum menjangkau area permukimannya, kini sedikit tersiasati dengan kehadiran transportasi berbasis daring seperti ojek dan taksi online.
Pelayanan yang mengantarkan pengguna transportasi dari satu tempat ke tempat lainnya, atau door to door service membuat orang merasa dimanja, terlebih dengan biaya yang relatif lebih murah.
“Seharusnya ada feeder (transportasi pengumpan) yang menghubungkan antara tulang punggung utamanya, yaitu Transjakarta, dengan angkutan umum lingkungannya,” kata dia.
Yayat juga menyebut sistem yang telah berlaku di Surabaya sebagai contoh, karena di Ibu Kota Jawa Timur itu, kampung permukiman menjadi clusterpermukiman yang didatangi oleh angkutan umum. Dengan demikian, warga cukup berjalan keluar dari lingkungan permukiman yang ditinggali dan dapat langsung menjumpai halte-halte transportasi.
Di Jakarta, menurut dia, sistem seperti itu seharusnya dapat diterapkan dan dibuat menyerupai pelayanan transportasi berbasis daring.
“Jadi dia seperti menjemput, mendekati,” kata Yayat.
Acara diskusi media bertema ‘Kesiapan Bus Listrik Mengaspal di Jakarta’ diselenggarakan oleh Forum Diskusi Bus dan Kendaraan Elektrik (FUSE) dan membahas kesiapan Ibu Kota dalam merespon kebutuhan terhadap kendaraan listrik yang terus meningkat, terutama jika dilihat dari sisi lingkungan dan ekonomi.
Diskusi tersebut menghadirkan Direktur Utama Transjakarta Agung Wicaksono, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna, serta Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin sebagai pembicara.
Baca juga: Dishub: Mau eksis di Jakarta, transportasi daring harus berbenah
Baca juga: Pengamat: Transportasi umum tak cukup atasi kemacetan Jakarta
Baca juga: Pemberlakuan tarif normal MRT tak berdampak besar terhadap penumpang
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019