Pencemaran laut yang mengancam biota laut tidak hanya berasal dari sampah plastik saja tapi juga sampah organik (kayu, sisa makanan, sisa tubuh makhluk hidup) dan gumpalan material berminyak, demikian dikatakan Ketua Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB Dr Ario Damar.Jenis pencemaran perairan yang dominan di Indonesia terdiri dari pencemaran organik mudah urai (nutrien), organik sulit urai dan persisten, logam berat, minyak, pestisida, suhu dan kekeruhan.
"Masalah di laut tidak hanya soal pencemaran plastik, namun juga pencemaran laut lainnya," kata Ario kepada ANTARA saat dihubungi di Jakarta, Senin (24/6).
Ario menjelaskan jenis pencemaran perairan yang dominan di Indonesia terdiri dari pencemaran organik mudah urai (nutrien), organik sulit urai dan persisten, logam berat, minyak, pestisida, suhu dan kekeruhan.
Terkait pencemaran sampah plastik di laut, Ario mengatakan kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Berbagai sumber menyebutkan Indonesia adalah produsen kedua terbanyak di dunia membuang sampah plastik ke laut setelah China.
Menurut World Atlas, Indonesia menghasilkan sekitar 3.22 metric ton sampah plastik setelah China 8.82 metrik ton.
Aryo mengatakan sampah plastik terkait dengan aktivitas domestik. Di Indonesia tentu jumlah penduduk terbesar dan penduduk terbanyak ada di Pulau Jawa.
"Plastik adalah senyawa sulit diurai, bisa ribuan tahun berada di laut dalam keadaan utuh, tanpa terurai," katanya.
Baca juga: Walhi: Deklarasi Bangkok tak tegas tolak impor sampah
Terkait Deklarasi Bangkok dalam KTT ke-34 ASEAN tentang memerangi limbah laut di kawasan ASEAN, menurut Ario, mekanisme ASEAN dapat dimanfaatkan dalam hal kerja sama antar negara dalam memerangi dan mengurangi sampah plastik di laut.
"ASEAN tidak akan berjalan dengan baik jika masing masing negara tidak menjalankan tugas memerangi sampah dengan baik. Sehingga, peran dari masing masing negara sangat besar dalam memerangi sampah di laut ini," katanya.
Dosen di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan IPB ini menyebutkan, dalam SDGs 14 telah dicanangkan untuk memerangi pencemaran plastik dan eutrofikasi di laut Indonesia. Dan telah dituangkan di dalam Kepres tentang SDGs yaitu Perpres No 59 tahun 2017 tentang Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
"Artinya Pemerintah Indonesia telah serius di dalam hal perang terhadap pencemaran laut ini khususnya plastik dan eutrofikasi," kata Doktor bidang Ekologi Perairan Pesisir, Kiel University, Jerman ini.
Ario menambahkan, penemuan plastik sebetulnya sangat bermanfaat bagi manusia. Pasalnya adalah manusia tidak tertib dalam menggunakannnya dan membuangnya. Sebagaimana permasalahan klasik manusia yaitu dalam penanganan sampah.
Sama dengan penanganan sampah lainnya, penanganan sampah plastik perlu dilakukan dari awal, sejak dari rantai awal penggunaannya yaitu di dalam rumah tangga dan industri.
Secara prinsip, lanjut Ario, tidak boleh ada satupun plastik (entah sebagai botol, wadah ataupun pembungkus) yang masuk ke dalam air. Sumber terbesar adalah berasal dari daratan yaitu dari rumah tangga.
"Sehingga penanganan terbaik adalah penanganan sampah rumah tangga dan perkotaan," kata Ario memberi solusi.
Baca juga: Aksi nyata harus jadi tindaklanjut komitmen internasional lingkungan
Baca juga: IPB : cegah sampah plastik masuk laut lewat teknologi
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019