Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendesak pemerintah untuk meninjau ulang izin perusahaan-perusahaan yang selama ini mengimpor sisa buangan kertas dan limbah plastik.Penyelidikan juga perlu terhadap 'surveyor' yang membuat rekomendasi terhadap perusahaan pengimpor ini
"Kalau menyalahgunakan izin impor, cabut izin impornya," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati di Jakarta, Selasa.
Walhi merupakan salah satu elemen penginisiasi AZWI, selain beberapa lembaga lain, seperti Ecoton, BaliFokus/Nexus3, dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
Peninjauan ulang izin industri pengimpor plastik itu juga menjadi salah satu poin dari 14 poin rekomendasi AZWI terhadap pemerintah terkait impor limbah plastik.
Yaya, sapaan akrab Nur Hidayati menyebutkan pemerintah harus tegas kalau tidak mau Indonesia menjadi negara penadah sampah-sampah plastik dari luar negeri.
Namun, kata dia, penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada perusahaan pengimpor limbah plastik.
"Penyelidikan juga terhadap perusahaan 'surveyor', bagaimana mereka membuat rekomendasi terhadap perusahaan pengimpor ini," katanya.
Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran ICEL, Margaretha Quina mengatakan persoalan impor sampah plastik harus dimulai dengan memperjelas definisi terkait persoalan itu.
"Definisi ini bisa disebut sampah atau limbah bagaimana? kemudian limbah yang bisa diperdagangkan atau tidak, terkontaminasi atau tidak?" katanya.
Artinya, kata dia, sampah plastik dari negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa itu jangan-jangan bisa masuk karena tidak terdefinisi jelas sebagai limbah yang berbahaya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengakui selama ini telah memantau kegiatan impor pabrik-pabrik kertas di Gresik yang diduga menjadi salah satu pintu masuk sampah plastik.
Sampah plastik itu, kata dia, masuk bersamaan dengan limbah kertas yang diimpor dari negara-negara maju sebagai bahan baku industri tersebut.
Sampah-sampah plastik yang ikut terangkut itu, kata Prigi, ada yang bisa didaur ulang, tetapi ada juga yang tidak bisa didaur ulang dan hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri tahu.
Baca juga: Azwi serukan setop impor sampah plastik
Baca juga: Greenpeace desak ASEAN larang impor limbah dari negara-negara maju
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019