• Beranda
  • Berita
  • Perawat meninggal di desa terpencil, PPNI apresiasi pengabdiannya

Perawat meninggal di desa terpencil, PPNI apresiasi pengabdiannya

26 Juni 2019 08:27 WIB
Perawat meninggal di desa terpencil, PPNI apresiasi pengabdiannya
Perawat Patra Marinna (Istimewa)

Kampung Oya hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama empat hari atau jika menggunakan helikopter biaya sewanya cukup mahal, sekitar Rp5 juta per jam

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyampaikan ucapan duka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya perawat Patra Marinna Jauhari, 31 tahun, di desa terpencil, di Kampung Oya, Distrik Naikere, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat.

"PPNI menyampaikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi kepada Patra Marinna atas pengabdiannya dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat pedalaman di Papua Barat," kata Ketua Umum DPP PPNI, Harif Fadhillah, melalui pernyataan tertulisya, di Jakarta, Rabu.

Almarhum Patra Marinna adalah pegawai negeri sipil (PNS) pada Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama sejak 2009. Patra Marina pada 2019 mendapat tugas mengikuti program dari pemerintah daerah setempat yakni pelayanan kesehatan di desa terpencil.

Menurut Harif Fadilah, dari informasi yang dihimpun oleh PPNI, Patra meninggal dunia karena sakit di tempat bertugas. Di tempat tugasnya di desa terpencil, Patra tinggal seorang diri sebagai tenaga kesehatan dengan keterbatasan logistik dan obat-obatan, serta tidak ada transportasi dan alat komunikasi.

"Kampung Oya hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama empat hari atau jika menggunakan helikopter biaya sewanya cukup mahal, sekitar Rp5 juta per jam," katanya.

Informasi meninggalnya almarhum Patra, menurut Harif, diterima Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama pada Jumat (21/6/2019) siang, tapi almarhum dinyatakan sudah meninggal sejak Selasa (18/6/2019). "Karena sulitnya transportasi dan komunikasi dari tempat tugas, jenazah baru bisa dibawa ke kabupaten induk pada 22 Juni 2019," kata Harif.

Informasi yang dihimpun PPNI, menurut Harif, bahwa penyebab kematian Patra karena sakit di tempat bertugas, tinggal seorang diri sebagai tenaga kesehatan dengan keterbatasan logistik dan obat-obatan, serta tidak adanya transportasi dan alat komunikasi.

"Kami sangat prihatin. Untuk evakuasi korban, jangankan mengevakuasi saat sakit, evakuasi jenazah setelah almarhum saja baru dapat dilakukan setelah empat hari meninggal dunia," katanya.

Menurut Harif, Patra seharusnya sudah selesai bertugas dan akan dijemput menggunakan helikopter. "Namun, sampai berhari-hari hingga kondisinya sakit, belum dijemput oleh pemerintah daerah setempat," kata Harif menyesalkan.

Menurut informasi dari PPNI setempat, kata Harif, Patra ditugaskan ke desa terpencil oleh Dinas Kesejahteraan Rakyat (Dinkesra) Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama melalui program pelayanan desa terpencil.

Baca juga: Perawat Indonesia yang dikirim ke Jepang meningkat 5 tahun terakhir

Baca juga: PPNI sampaikan kebutuhan satu perawat satu desa

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019