“Pasokan LNG akan semakin lancar sehingga biaya logistik dapat ditekan, dan pembangunan itu juga diharapkan juga berdampak pada peningkatan daya saing industri, karena adanya kepastian pasokan yang membuat penghematan biaya belanja energi dan peningkatan produksi," kata Doso, dalam keterangan persnya di Surabaya, Kamis.
Sebelumnya, PT Pelindo III telah melakukan sinergi BUMN dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), melalui anak perusahaan masing-masing untuk membangun Terminal LNG di Terminal Teluk Lamong,
Menurut Doso, berdasarkan proyeksi kebutuhan pasokan gas yang tinggi di Jawa Timur. Pelindo III sebagai pengelola Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menyiapkan Terminal Teluk Lamong dan lini bisnis logistik energinya, PT PE Logistik, untuk membangun fasilitas tersebut.
Sehingga, dengan adanya Terminal LNG akan dapat menjadi gerbang masuk distribusi gas PGN untuk pasar Jawa Timur, mengingat lokasi Pelabuhan Tanjung Perak yang strategis.
"Tentunya, kehandalan penyediaan bahan bakar gas oleh pemerintah melalui BUMN-nya akan meningkatkan kepercayaan para pelanggan. Sehingga juga akan mengakselerasi program konversi bahan bakar domestik dari minyak bumi ke gas bumi yang relatif lebih ramah lingkungan dan efisien," katanya.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan pembangunan terminal akan dilakukan anak usaha PGN yakni PT PGN LNG Indonesia (PLI) bekerja sama dengan PT Pelindo Energi Logistik (PEL) selaku lini usaha Pelindo III di bisnis logistik energi, dan akan menggarap tiga fase pembangunan.
Pada fase pertama, pembangunan akan fokus kepada fasilitas regasifikasi di kawasan lepas pantai dan menggunakan storage sementara, dengan utilisasi kapal LNG ukuran sedang yang sesuai ukuran jetty (dermaga) eksisting di Terminal Teluk Lamong.
“Perpipaan dari jetty menuju onshore regasification unit akan sangat efisien karena bisa ditempatkan di atas pilecap conveyoryang sudah ada untuk melayani bongkar curah kering di Terminal Teluk Lamong.
Sedangkan luasan area yang disiapkan Pelindo III untuk fasilitas regasifikasi mencapai 2,5 hektare, sehingga sangat memadai,” katanya.
Fase kedua yaitu pembangunan terminal pengisian LNG skala kecil (Iso Tank 20 feet – 40 feet container) untuk distribusi LNG di luar sistem pipa PGN dan ship to truck LNG bunkering.
"Fase paling akhir mencakup pembangunan tangki LNG permanen. Dimulai dengan dengan ukuran 50.000 cbm, sebagai pengganti floating storage untuk memenuhi kebutuhan suplai gas sistem pipa PGN di Jawa Timur. Fasilitas tersebut dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan sampai dengan 180 MMSCFD," katanya.
Untuk pengoperasian penuh pada 2023, dan dapat berkembang untuk pemenuhan semua kebutuhan gas di Jawa Timur sebesar 600 MMSCFD dalam jangka panjang.
Gigih Prakoso mengungkapkan, pembangunan permanen yang bertahap ini akan mengurangi biaya Capex dan Opex secara signifikan bila dibandingkan dengan fase-fase awal sebagai solusi sementara.
"Karena adanya pengurangan Opex dari hilangnya pembiayaan sewa harian FSU dan berkurangnya biaya marine operation. Untuk Capex sendiri akan berkurang dengan signifikan karena menggunakan terminal eksisting. Salah satu biaya terbesar dalam pembangunan small scale LNG terminal adalah pembangunan jetty dan fasilitas pelabuhan," katanya.
Baca juga: Terminal LNG Teluk Lamong jamin pasokan gas jangka panjang di Jawa
Baca juga: Kapal internasional mulai rutin singgahi Teluk Lamong
Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019