"Keadaan emosinya harus dipantau secara berkala untuk memastikan tidak terjadi trauma," kata Wiene kepada Antara, Jakarta, Kamis.
Wiene memandang korban tersebut sebagai pejuang (survivor) dan mereka harus didampingi secara intensif oleh psikolog klinis dan tenaga medis.
"Mereka harus diperlakukan dengan hangat oleh para tenaga tersebut. Dengan penerimaan yang hangat diharapkan akan muncul rasa aman dan nyaman sehingga rasa percaya diri dan harga diri akan tumbuh kembali," ujarnya.
Para korban juga harus diberi penguatan setelah mereka kuat maka mereka akan siap kembali ke masyarakat. "Beri mereka lahan kegiatan yang bermanfaat, baik buat dirinya maupun untuk lingkungan, supaya harga diri (self esteem) mereka terbangun kembali dan mereka merasa dibutuhkan," katanya.
Wiene menambahkan pendekatan agama sangat penting untuk menguatkan diri mereka secara spiritual.
Masyarakat juga perlu diedukasi dan diberi pengertian serta pemahaman bahwa korban tersebut mempunyai hak yang sama sebagaimana anggota masyarakat yang lain. "Mari kita sambut mereka dengan hangat," ujarnya.
Diberitakan, sebanyak 13 perempuan asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dan 16 perempuan asal Jawa Barat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus perkawinan (pengantin pesanan), yang dibawa ke China.*
Baca juga: LSM dorong sosialisasi bahaya praktik pengantin pesanan ke desa
Baca juga: Jarnas Anti TPPO: Korban TPPO harus dapat rehabilitasi optimal
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019