Program perhutanan sosial untuk memanfaatkan jutaan hektare kawasan hutan yang dikuasai perusahaan perkebunan besar dan terbengkalai selama ini dinilai perlu dijalankan lebih maksimal sehingga dapat mengatasi masalah konflik agraria, kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri, di Palembang, Jumat.
Keputusan Mahkamah Konstitusi menolak semua gugatan sengketa pemilihan presiden/wapres yang diajukan pasangan capres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memuluskan langkah Presiden Jokowidodo bersama wakilnya yang baru Ma'ruf Amin untuk kembali memimpin Indonesia periode lima tahun ke depan.
Kebijakan Presiden Jokowidodo dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang diterapkan dalam kepemimpinan pertamanya bersama Wapres Jusuf Kalla diharapkan dilanjutkan bahkan dijalankan dengan lebih baik.
Kawasan hutan yang tersedia cukup luas diharapkan bisa diberikan kesempatan yang besar kepada masyarakat bukan kepada sekelompok atau orang tertentu yang memiliki kekuatan ekonomi.
Kebijakan itu juga diharapkan melindungi lahan masyarakat yang telah dikelola secara baik selama ini dan jangan sampai tersentuh oleh berbagai izin perusahaan yang bisa mengakibatkan masyarakat kehilangan lahannya serta memicu timbulnya konflik agraria yang hingga kini kasusnya masih banyak belum selesai.
Dengan program perhutanan sosial, masyarakat yang tidak memiliki lahan bisa berkebun dan bertani untuk menjadi sumber penghasilan keluarganya, katanya.
Selain memaksimalkan program perhutanan sosial, diharapkan pula kepada Presiden Jokowi membuat terobosan baru dalam mengatasi masalah kerusakan lingkungan dan hutan.
Melalui upaya tersebut, diharapkan potensi sumberdaya alam bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat dan bisa dicegah kerusakan lingkungan yang lebih parah, kata Direktur Walhi Sumsel.*
Baca juga: Moratorium hutan di Sumsel tak berjalan baik
Baca juga: Walhi Sumsel minta hentikan penebangan hutan
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019