"Tiga provinsi tersebut perlu mendapat perhatian serius, agar kebakaran hutan dan lahan bisa dihindari," kata Haris, dalam jumpa pers yang diadakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Graha BNPB, Jakarta, Jumat.
Haris mengatakan untuk mengurangi risiko terjadi kebakaran hutan dan lahan, telah dilakukan operasi pembasahan gambut di tiga provinsi paling rawan tersebut.
Selain tiga provinsi itu, provinsi lain yang juga rawan mengalami kebakaran hutan dan lahan adalah Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
"Meskipun di masing-masing lokasi ada iklim mikro, misalnya bisa terjadi hujan lokal, tetapi kami tetap memantau dan mendeteksi kemungkinan terjadi kebakaran hutan dan lahan," ujarnya lagi.
Baca juga: Air gambut mulai turun, Kepala BRG minta Karhutla diwaspadai
Hal itu, kata Haris, untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kebakaran hutan dan lahan. Pasalnya, bila kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi, biasanya tidak bisa cepat ditangani.
"Kami memiliki 142 alat pemantau di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut yang bisa dipantau dengan menggunakan ponsel cerdas," katanya pula.
Menurut Haris, Indonesia sudah 18 tahun menghadapi dan mengalami kebakaran hutan dan lahan, beberapa di antaranya menjadi penyebab bencana asap.
"Sudah ada terobosan-terobosan yang dilakukan Pemerintah Indonesia, di antaranya adalah restorasi gambut. Parameter gambut adalah air dan kelembapan tanah," kata dia pula.
Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjaja mengatakan pemerintah daerah enam provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah telah menetapkan status siaga kebakaran hutan dan lahan.
"BNPB sudah mengirimkan personel untuk mencegah agar tidak terjadi pembakaran. Para personel tersebut tinggal di rumah-rumah penduduk untuk mencegah tindakan pembakaran," katanya lagi.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019