• Beranda
  • Berita
  • Mengukur kekuatan pertahanan ibu kota baru Indonesia

Mengukur kekuatan pertahanan ibu kota baru Indonesia

29 Juni 2019 16:19 WIB
Mengukur kekuatan pertahanan ibu kota baru Indonesia
Kepala Staf Presiden, Jenderal Purn Moeldoko (kiri) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro di Jakarta. ANTARA/Andi Firdaus/aa
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menargetkan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta menuju Kalimantan bergulir mulai 2020.

Sarana dan prasarana pertahanan menjadi salah satu komponen penting yang perlu diprioritaskan untuk menopang keamanan ibu kota sebagai sentral pemerintahan negara.

Dialog Nasional II bertajuk "Pemindahan Ibu Kota Negara" yang berlangsung di Gedung Bappenas Jakarta pada tanggal 26 Juni 2019 mengungkap wilayah Kalimantan berpotensi menjadi center of gravity atau pusat pertempuran saat terjadi invasi perebutan kekuasaan negara.

Baca juga: Kepala LIPI: Pemindahan ibu kota pemerintahan opsi rasional

Sementara itu, kekuatan pertahanan Indonesia saat ini masih terpusat di Pulau Jawa akibat sejarah panjang pertempuran, seperti pemberontakan DI/TII pada tahun 1953, Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948, dan sebagainya.

Kepala Staf Presiden Jenderal (Purn.) Moeldoko mendorong kekuatan militer di Jakarta ikut dipindah menuju ibu kota baru Kalimantan berdasarkan pertimbangan empat hal dalam strategi kekuatan tentara, di antaranya potensi ancaman, kekuatan sumber saya nasional, perkembangan teknologi, serta kondisi geografis.

Posisi Kalimantan yang berada di tengah kepulauan Indonesia memiliki hal yang positif karena diapit oleh kantong pertahanan udara, seperti Skadron di Sulawesi, Skadron Riau, dan Skadron di Madiun. Namun, perlu didukung kekuatan radar dengan daya jangkau yang luas.

Radar tersebut sangat dibutuhkan sebagai upaya proteksi terhadap zona khusus pengamanan ibu kota, layaknya sejumlah negara maju yang lebih dahulu menerapkan, seperti Cina dan Moskow.

Bahkan, mantan Panglima TNI itu menginginkan penggabungan tiga pangkalan militer, meliputi angkatan laut, angkatan darat, dan angkatan udara yang terintegrasi dalam satu kawasan untuk memperkuat pertahanan di dalam Pulau Kalimantan. Gagasan itu sekaligus membentuk prestise negara dalam menunjukkan kepada dunia luar atas kekuatan yang dimiliki Indonesia saat ini.

Untuk mewujudkan permintaan itu, pemerintah juga perlu merealisasikan pendirian pusat infanteri berikut dengan pusat pendidikannya di ibu kota baru berikut dengan kesiapan alat tempur berikut bahannya.

"Saya pikirkan strukturnya dalam satu kewilayahan ada kekuatan udara, Kostrad, Marinir, dan sebagainya. Ini kalau diproyeksikan kompartemen ini berjalan baik karena terintegrasi serta memiliki komando kewilayahan," katanya.

Baca juga: Pemindahan ibu kota tambah nilai ekonomi di sektor nontradisional

Zona Khusus

Pakar keamanan dari Universitas Indonesia Edy Prasetyono mengatakan bahwa pemindahan ibu kota negara ke lokasi baru harus diiringi dengan kesiapan membangun sistem pertahanan yang superkuat, layaknya zona pertahanan khusus.

Kemajuan teknologi perang saat ini memungkinkan serangan yang mampu melumpuhkan sebuah ibu kota di mana pun posisinya berada. Teknologi tersebut mampu mengantar senjata dalam jenis apa pun untuk kepentingan merebut sebuah teritorial musuh.

Edy beranggapan zona pertahanan khusus yang lengkap dengan sistem pertahanan superkuat harus ikut disiapkan secara matang menjelang bergulirnya pemindahan ibu kota Indonesia.

Terkait dengan zona pertahanan khusus tersebut, misalnya mengatur radius jarak pesawat terbang yang bisa melintas, berikut jenis pesawat militer atau sipil yang diperbolehkan.

Baca juga: Mahasiswa usul pemindahan ibu kota perlu dibagi beberapa zonasi

Lokasi ibu kota baru juga harus mempersiapkan 'kekuatan pemukul' yang dipertimbangkan matang berdasarkan jenis dan posisi penempatannya.

Kekuatan pemukul ini harus mampu memblokade serangan yang datang dari laut maupun udara. Mengingat luasnya wilayah Indonesia, menurut dia, tentu harus disiapkan kekuatan yang besar dengan ditopang persenjataan modern.

Di mana pun lokasinya, kata Edy, ibu kota akan selalu menjadi center of gravity. Dengan statusnya tersebut, ibu kota akan menjadi target terakhir manakala terjadi serangan.

Tahapan serangan yang dilancarkan menuju ibu kota, biasanya terjadi setelah sistem komunikasi dilumpuhkan, infrastruktur dihancurkan. Bombardir serangan akan datang dari laut juga udara sehingga kekuatan menghalau serangan itu harus disiapkan dengan matang melalui regulasi serta penguatan khusus lainnya.

Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menyebutkan sejumlah permasalahan yang mungkin timbul saat ibu kota negara dipindah, antara lain, persoalan jarak, konflik agraria, shock culture, dan permasalahan adat.

"Dari berbagai konflik tersebut, hanya persoalan gap jarak yang akan menjadi tugas TNI untuk mengatasinya. Sementara sisanya akan bisa ditangani kepolisian," kata Connie.

Untuk menangani persoalan gap jarak ini, TNI bisa mengolaborasikannya dengan visi Presiden RI Joko Widodo membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Menurut Commie, wacana pemindahan ibu kota negara menuju Kalimantan merupakan kesempatan bagi TNI untuk tampil menjawab tantangan terhadap pengamanan negara. Caranya, TNI harus mampu meninggalkan paradigma sebagai penjaga pertahanan bangsa. Lebih jauh dari itu, TNI harus bisa tampil menjadi TNI berpengharapan.

Pendanaan

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro tidak serta-merta merestui masukan terkait dengan penambahan kekuatan pertahanan baru di Kalimantan. Pihaknya masih mempertimbangkan apakah kekuatan militer eksisting di Jakarta perlu dipindah ke Kalimantan.

Alokasi dana pemindahan kekuatan pertahanan itu telah dialokasikan pihaknya dalam Rp446 triliun dana total pemindahan ibu kota. Meski belum dapat memerinci persentase dana keamanan di ibu kota baru, pihaknya memastikan dana itu sudah termasuk komponen pertahanan regional di Kalimantan.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional saat ini masih mempertimbangkan pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada di Ibu Kota Jakarta untuk dipindah ke Kalimantan. Apakah sistem yang ada sekarang di Jakarta cukup untuk pertahanan di Kalimantan sehingga tidak perlu lagi tambahan, atau justru perlu di-upgrade mengikuti perkembangan zaman yang ada saat ini?

Baca juga: Menteri PPN ungkap alasan pentingnya memindah ibu kota negara

Pemindahan ibu kota akan bergulir tahapannya pada tahun 2020 yang akan ditandai melalui pendirian Istana Presiden sebagai objek vital terpenting. Infrastruktur selanjutnya yang akan digarap adalah sarana dan prasarana eksekutif dan legislatif.

Meski demikian, Bambang mengakui bahwa sistem pertahanan merupakan salah satu komponen berskala prioritas yang juga perlu direalisasikan secepatnya.

Rencana pemindahan ibu kota negara, kata Bambang, sudah dipastikan menuju Pulau Kalimantan pada tahun 2024. Namun, yang belum pasti adalah lokasi tempat yang belum diputuskan.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019