Petani budi daya rumput laut di Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, memprotes limbah pertambangan nikel, yang telah mencemari wilayah mata pencahariannya.Rekomendasi amdal tidak akurat sehingga perlu dievaluasi
"Petani rumput laut mengalami kerugian yang berkepanjangan sejak aktivitas pemuatan ore nikel di Teluk Tinanggea. Rekomendasi amdal tidak akurat sehingga perlu dievaluasi," kata Kadis Perikanan dan Kelautan Sultra Askabul Kijo di Kendari, Sabtu.
Ada beberapa alternatif untuk melindungi petani rumput laut dari kerugian, antara lain pihak perusahaan menyiapkan biaya dampak limbah sebagai kompensasi kerugian petani rumput laut.
Selain itu, kata dia, petani dapat direlokasi ke tempat yang mumpuni dengan modal relokasi sampai produksi menjadi tanggungan perusahaan penyebab polusi di perairan setempat.
"Apa bedanya petani sawah di darat yang mendapat dana kompensasi polusi debu dengan petani rumput laut yang merugi karena limbah dari aktivitas pertambangan. Air laut bukan lagi hijau/biru tetapi sudah coklat kehitam-hitaman," ujarnya.
Keluhan petani rumput laut akibat limbah tambang sudah pernah disampaikan ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra namun belum ada tindakan konkret.
Wakil Ketua DPRD Konawe Selatan Hapsir Jaya mengharapkan Dinas ESDM Sultra dapat memahami aspirasi petani rumput laut karena aktivitas pengangkutan ore nikel sudah merugikan masyarakat pesisir.
"Saat ini urusan tambang menambang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sultra. Oleh karena itu, sekecil apa pun rintihan rakyat atau petani rumput laut agar diperhatikan," kata politisi Gerindra tersebut.
Baca juga: Petani rumput laut adukan pencemaran limbah tambang nikel
Baca juga: NTT perkuat sentra produksi rumput laut untuk ekspor berkelanjutan
Baca juga: Petani rumput laut Indonesia tuntut atas tumpahan minyak di Australia
Pewarta: Sarjono
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019