Tuntutan tersebut diajukan dengan gugatan perwakilan kelompok yang mewakili lebih dari 15.000 petani rumput laut yang mengklaim kehilangan mata pencaharian mereka selama bertahun-tahun setelah semburan minyak di Laut Timor terjadi selama 74 hari lebih akibat ledakan di kilang minyak Montara pada Agustus 2009.
"Sudah 10 tahun sejak bencana lingkungan ini terjadi, dan perusahaan minyak harus bertanggung jawab, sementara negara Thailand yang kaya raya terus membantah dampaknya yang mengerikan terhadap petani rumput laut Indonesia," kata Ben Slade, pengacara firma hukum Maurice Blackburn, Melbourne, yang menangani kasus ini.
Ketua penggugat kasus ini Daniel Sanda mengklaim bahwa industri rumput laut di Rote Ndao dan Kupang, Nusa Tenggara Timur yang berjarak 200 kilometer dari kilang Montara menjadi rusak akibat kegagalan PTTEP dalam beroperasi secara aman.
Lebih dari 30 saksi dari Indonesia, termasuk petani rumput laut dan pakar tumpahan minyak, kimia, dan lingkungan akan memberikan kesaksian dalam pengadilan yang berlangsung selama sepuluh pekan tersebut, menurut Maurice Blackburn.
PTTEP Australia menolak berkomentar atas kasus yang saat ini sedang disidangkan di Australia.
Pada 2016, ketika gugatan perwakilan kelompok ini diajukan, PTTEP menyatakan pihaknya bertanggung jawab terhadap ledakan di kilang Montara, namun menurut mereka tidak ada bukti yang menunjukkan tumpahan minyak tersebut mencapai garis pantai Indonesia.
Mereka juga menyebut bahwa tidak ada dampak jangka panjang yang ditimbulkan pada ekosistem di sekitar perairan Indonesia.
Secara terpisah, Indonesia juga pernah menuntut PTTEP dan induk usahanya PTT sebesar Rp27,5 triliun atas dugaan kerusakan lingkungan akibat ledakan kilang Montara.
Sumber: Reuters
Baca juga: Jokowi diminta batalkan kunjungannya ke Australia
Baca juga: Australia Diminta Bertangungjawab Atas Tragedi Montara
Baca juga: Australia Bentuk Komisi Selidiki Tumpahan Montara
Baca juga: Australia Akui Tumpahan Minyak Cemari Perairan Indonesia
Pewarta: Suwanti
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019