Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan, di Mataram, Senin, mengatakan, agenda pemeriksaan pejabat pemerintahan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan penyidikannya. "Baik perusahaan maupun pejabat penentu kebijakan termasuk bupati, pastinya akan diperiksa," katanya lagi.
Tidak menutup kemungkinan, ujarnya pula, mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony yang saat ini sedang menjalani hukuman pidana korupsi di Lapas Mataram, turut diperiksa penyidik kejaksaan.
Pemeriksaannya masuk dalam agenda penyidik kejaksaan karena diketahui bahwa pada saat proyek pembangunannya direalisasikan, Zaini Arony masih menduduki jabatan sebagai Bupati Lombok Barat.
"Jadi bukan memungkinkan lagi, tapi semua yang terlibat pasti dipanggil, cuma tunggu saja nanti tahapannya," ujar Dedi.
Diketahui bahwa penyidikan kasusnya masih berkutat dalam serangkaian pemeriksaan saksi. Terakhir pada pertengahan Juni lalu, pihak Bank Sinarmas sebagai penerima agunan untuk lahan LCC turut diperiksa penyidik jaksa.
Karena itu, Dedi kembali menegaskan bahwa peran tersangka dalam kasus ini sebentar lagi akan terungkap setelah tahap akhir dari agenda pemeriksaannya tuntas.
"Sebentar lagi proses ini akan rampung. Jadi untuk peran tersangka, kemungkinan akan berasal dari saksi-saksi yang telah diperiksa," ujarnya pula.
Baca juga: Pemkot NTB gelar pencegahan, pemberantasan korupsi dan saber pungli kepada OPD
Terkait dengan angka kerugiannya yang diperkirakan mencapai Rp1,7 miliar, Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ery Ariansyah sebelumnya mengatakan bahwa penyidik belum mendapatkan rinciannya secara jelas, melainkan progresnya masih berkoordinasi dengan BPKP NTB.
Lahan seluas 8,4 hektare yang dikelola sebagai pusat perbelanjaan itu, diduga diagunkan ke Bank Sinarmas oleh salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mendapat hak kelola aset Pemkab Lombok Barat tersebut, yakni PT Patuh Patut Patju (Tripat). Karena itu, pengelolaan aset Pemkab Lombok Barat yang kemudian diserahkan kepada PT Bliss sebagai pusat perbelanjaan ini, diduga bermasalah. Salah satu indikatornya dilihat dari dividen antara PT Tripat dengan pemerintah yang terkesan macet.
Dalam perjanjiannya, Pemkab Lombok Barat seharusnya menerima tiga persen per tahun dari pengelolaan aset tersebut. Persentase dan nominal setoran dihitung dari angka penyertaan modalnya.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019