"Sekarang ini kami bersama para mitra sedang bekerja keras mengupayakan itu pada dokumen RTRW (rencana tata ruang dan wilayah). Revisi RTRW masih berlangsung untuk memastikan agar terakomodir," kata Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat, Charlie Heatubun di Manokwari, Senin.
Ia menjelaskan menaikkan luas kawasan hutan konservasi menjadi 70 persen tidak bisa serta merta karena memerlukan kriteria dan indikator sebagai bahan pertimbangan.
Menurutnya, perlu penjelasan ilmiah untuk mewujudkan salah satu hasil kesepakatan konferensi internasional di Manokwari pada Oktober 2018 tersebut.
"Nantinya justifikasi ilmiah, kriteria dan indikator yang kita gunakan untuk meningkatkan luasan kawasan konservasi ini akan kita publikasi pada jurnal-jurnal bergengsi pada level internasional. Kalau ada daerah lain atau negara lain yang ingin mengadopsi dipersilahkan," kata dia lagi.
Charlie berpandangan, luas hutan di Papua Barat masih cukup untuk dialokasikan 70 persen diantaranya untuk kawasan konservasi. Ini sebagai upaya pemerintah daerah dalam merealisasikan pembangunan berkelanjutan.
Ia menjelaskan Papua Barat hendak menerapkan konservasi modern. Kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
"Bukan untuk melarang sama sekali, konsep konservasi modern ini adalah sama dengan yang sudah dilakukan masyarakat adat kita sejak zaman dahulu. Ada daerah yang perlu dipertahankan ada pula yang bisa digunakan," ujarnya lagi.
Intinya, lanjut Charlie, pemerintah ingin meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam menjaga hutan, dengan memanfaatkan sumber daya alam tanpa mengabaikan prinsip kelestarian atau keberlanjutan alam.
"Melalui Perda pembangunan berkelanjutan, intinya kita ingin masyarakat itu igya ser hanjob (berdiri menjaga batas, bahasa Arfak). Sehingga orang lain tidak masuk sembarang di hutan kita," katanya.*
Baca juga: Norwegia dukung penuh program konservasi Papua Barat
Pewarta: Toyiban
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019