• Beranda
  • Berita
  • Institut Gizi Indonesia : 30 persen anak keluarga kaya alami stunting

Institut Gizi Indonesia : 30 persen anak keluarga kaya alami stunting

1 Juli 2019 16:05 WIB
Institut Gizi Indonesia : 30 persen anak keluarga kaya alami stunting
Pembicara dari Instititut Gizi Indonesia Prof Fasli Jalal (Antara Sumbar/Ikhwan Wahyudi)
Pembicara dari Institut Gizi Indonesia Prof Fasli Jalal mengemukakan berdasarkan hasil riset ditemukan 30 persen anak dari keluarga kaya di Indonesia mengalami stunting.

"Jadi stunting itu tidak hanya fenomena orang miskin, tapi juga orang kaya yang pola asuh anaknya salah kendati memiliki fasilitas," katanya pada Workshop Penyamaan Persepsi Perguruan Tinggi Pada Program Intervensi Gizi Terintegrasin Untuk Anak Stunting di kabupaten tiga lokus stunting di Sumbar serta pelepasan mahasiswa KKN tematik stunting di Universitas Andalas di Padang, Senin.

Fasli menyebutkan pada saat anak keluarga miskin sebanyak 40 persen mengalami stunting, pada keluarga kaya jumlahnya mencapai 30 persen, sehingga perlu penyadaran pola pengasuhan kepada keluarga yang secara sosial ekonomi tidak miskin.

"Stunting adalah anak yang tidak tumbuh sesuai dengan umurnya. Jadi perkembangan anak itu punya standar dan setiap anak punya titik minimal, kalau tidak sesuai maka disebut stunting atau gagal tumbuh," ujarnya.

Fasli menjelaskan penyebab stunting ada tiga, yakni makanan tidak cukup masuk ke perut anak, ada makanan tapi tidak tahu bagaimana menggunakannya, kemudian makanan masuk cukup tapi dicuri oleh cacing di perut anak, serta adanya infeksi berulang.

Ia menilai  salah satu cara pencegahan stunting di Sumatera Barat adalah dengan mengoptimalkan peran sosial, sehingga semua keluarga besar bersama-sama mengawasi dan memantau anak.

"Artinya orang sekampung perlu bersama-sama mengawasi dan memperhatikan gizi anak dan semua bertanggung jawab membesarkan anak," kata dia.

Kemudian ia menjelaskan pada anak yang stunting sel otak tidak berkembang maksimal sehingga mempengaruhi kecerdasan sehingga ada yang telat berpikir atau kurang pintar.

Pada sisi lain ia melihat stunting merupakan masalah laten yang terjadi lama dan penanganan tidak bisa hanya oleh orang kesehatan saja atau pangan.

"Kepala daerah yang di wilayahnya banyak stunting tidak perlu malu, karena yang paling penting bagaimana bisa cepat melakukan penanggulangan dan menurunkan angka stunting," kata dia.

Ia menambahkan pencegahan stunting harus dimulai pada 1.000 hari pertama kehidupan mulai dari kehamilan selama 270 hari kehamilan hingga dua tahun pertama usia bayi.

Baca juga: Dinkes Jayawijaya berantas stunting di delapan lokasi
Baca juga: SEAMEO : "stunting" masalah lintas generasi
Baca juga: Sejumlah negara belajar penanganan "stunting" di Lombok Barat



 



 

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019