• Beranda
  • Berita
  • Ketua YLKI: Pengawasan di pelabuhan masih sangat lemah

Ketua YLKI: Pengawasan di pelabuhan masih sangat lemah

1 Juli 2019 18:39 WIB
Ketua YLKI: Pengawasan di pelabuhan masih sangat lemah
Aktivitas angkutan barang di Pelabuhan Penumpang Kali Adem, Penjaringan, Jakarta Utara. (ANTARA News/Fianda Rassat)
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan pengawasan di pelabuhan sampai saat ini masih sangat lemah dan banyak pungli.

Menurut Tulus, masih ditemukan kapal yang berlayar tapi sebenarnya tak layak layar khususnya kapal rakyat.

"Maka, yang paling penting dalam hal ini, adalah pengawasan," ujar Tulus saat diwawancara, Senin, terkait penyetaraan layanan pelabuhan seperti di bandar udara

Dari sisi infrastruktur, yang paling penting sekarang adanya xray (sinar x), seperti di bandara. Bagaimana kalau ada serangan teroris dan narkoba, siapa yang mengontrol, padahal di laut. "Xray ini harus disediakan regulator sebagai infrastruktur," ujar dia.

Baca juga: Wakapolri cek kesiapan pelayanan Pelabuhan Merak

Baca juga: Pertamina berangkatkan 1.800 pemudik dari Tanjung Perak


Belum ada kebijakan ini. Untuk xray misalnya operator setuju seperti PT ASDP Indonesia Ferry. Tapi mereka yang tidak sanggup karena harganya mahal dan harusnya memang menjadi tanggung jawab regulator, khususnya untuk pelabuhan besar, seperti Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung perak, dan lain-lain.

Tulus mencontohkan di China untuk memasuki stasiun KA harus dicek dengan xray.

Selain itu, infrastruktur untuk penanganan bagasi penumpang juga masih buruk dan harus ditata. Jika di bandar udara, bagasi penumpang didaftarkan, ditimbang dan dimasukkan ke dalam pesawat dengan ban berjalan dan petugas khusus, sementara di pelabuhan barang bawaan masih ditenteng oleh penumpang atau porter.

Akibatnya, barang bawaan atau bagasi penumpang kapal melebihi kapasitas berat yang ditentukan.

Terkait lemahnya pengawasan dan infrastruktur di pelabuhan ini, seringkali pelabuhan-pelabuhan di perbatasan dimanfaatkan untuk perdagangan narkotika.

Dalam hal barang bawaan penumpang yang melebihi kapasitas dan terjadinya transaksi narkotika biasanya pihak kapal disalahkan. Padahal, kapal fungsinya seperti pesawat udara, yaitu hanya sebagai sarana pengangkut, sementara fungsi seleksi barang atau bagasi ada di pelabuhan.

Baca juga: Tanjung Emas jadi proyek percontohan pelabuhan steril

Baca juga: Pelabuhan Tanjung Emas sudah berfasilitas Inaportnet


Menurut Tulus, layanan setara bandara di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sangat dimungkinkan sepanjang ada kemauan dari regulator.

"Kebijakan itu harus benar-benar untuk meningkatkan layanan di pelabuhan, bukan dalih untuk meningkatkan pendapatan," kata Tulus.

Sebelumnya, sejumlah penumpang mengeluhkan layanan pelabuhan yg dikelola Pelindo karena tidak diizinkan memasuki gedung ketika menunggu kapal.

Akibatnya mereka terpaksa menunggu di luar lobi dan kantin yang tidak nyaman. Sebagian gedung pelabuhan memang baru, tapi mereka tidak bisa menikmati karena pintunya dikunci.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sendiri sebelumnya mengkaji penerapan pelayanan pelabuhan setara dengan pelayanan di bandara. Pelayanan itu akan memenuhi setidaknya persyaratan fasilitas boarding pass maupun e-ticketing.

Dirjen Perhubungan Laut Perhubungan Agus H Purnomo menjanjikan tahun ini kajian tersebut akan selesai. Adapun tahap pertama penerapannya dilakukan di tiga pelabuhan yakni Pelabuhan Kali Adem, Tanjung Pinang, serta Bau Bau.

Baca juga: Menhub puji penyelenggaraan arus mudik Pelabuhan Panglima Utar Kalteng

Baca juga: Bidik investor, Kemenhub akan jadikan lima pelabuhan bebas korupsi

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019