Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika menilai turunnya harga ayam yang terjadi di berbagai daerah terjadi karena persoalan kandang.Kementan mengalami kesulitan karena tidak mampu mengontrol pertumbuhan kandang. Karena pasokan informasi dari perusahaan tidak prudent dan informasi dari dinas provinsi tidak tepat
Yeka dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Senin, menjelaskan pertumbuhan jumlah kandang ayam tanpa kendali telah memicu kelebihan suplai ayam secara berkelanjutan.
Pasokan yang tinggi telah menjadi akar masalah karena ikut dipicu oleh kelebihan bibit untuk ternak ayam (day old chicken/DOC) di pasaran.
Saat ini, jumlah DOC lebih banyak 13 persen-17 persen dari permintaan ayam di pasaran yang tercatat kurang lebih mencapai 60 juta ekor per minggu di seluruh Indonesia.
"Demand DOC melebihi demand ayam, diperkirakan mencapai 68-70 juta per minggu," ujar Yeka.
Padahal, menurut dia, solusi dari mengatasi kelebihan suplai ini adalah membangun kandang dengan seizin dari pemerintah daerah.
Namun, tidak adanya regulasi yang jelas di pusat membuat otoritas terkait tidak mampu mengontrol laju pertumbuhan kandang di daerah.
Selain itu, dinas-dinas pertanian maupun peternakan di daerah kerap tidak menindak tegas keberadaan kandang tanpa izin.
"Kementan mengalami kesulitan karena tidak mampu mengontrol pertumbuhan kandang. Karena pasokan informasi dari perusahaan tidak prudent dan informasi dari dinas provinsi tidak tepat," ujar Yeka.
Kelebihan pasokan ini yang telah menyebabkan harga ayam hidup di tingkat peternak sempat menyentuh posisi Rp8.000 per ekor.
Harga tersebut jauh dari harga ayam hidup pada hari normal sebesar Rp17.000-Rp18.000 per kilogram.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Sugeng Wahyudi ikut memastikan kelebihan pasokan ini menjadi penyebab jatuhnya harga ayam.
"Sekarang ayam tersebar 68 juta di seluruh Indonesia, sementara keperluannya itu 60 juta. Jadi lebih delapan juta. Sedangkan permintaannya relatif stagnan," ujarnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat turunnya harga daging ayam ras dan telur ayam ras mampu menekan tingginya inflasi pada Juni.
Daging ayam ras maupun telur ayam ras memberikan andil deflasi masing-masing sebesar 0,02 persen pada periode Juni 2019.
Meski demikian, Kepala BPS Suhariyanto melihat fenomena ini terjadi karena turunnya permintaan atas komoditas tersebut usai periode Ramadhan dan Lebaran.
Baca juga: KPPU selidiki potensi pelanggaran pasar ayam
Baca juga: Kementan sebut harga ayam di tingkat peternak mulai naik
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019