Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Ariyanu, di Jakarta, Selasa, mengatakan sampai sekarang Pemerintah DKI Jakara tidak pernah melakukan kajian emisi udara secara reguler.
Baca juga: DPRD minta Pemprov Jakarta perbaiki transportasi umum atasi polusi
Sementara tingkat polusi di ibu kota sudah sangat mengkhawatirkan, bahkan dari 2017 ke 2018 polusi udara Jakarta meningkat dua kali lipat.
"Hampir 80 persen dari 365 hari pada 2018 kami catat kualitas udara di Jakarta berada pada level tidak sehat," kata dia.
Baca juga: Transportasi publik bagian dari solusi masalah polusi udara Jakarta
Dengan adanya riset emisi inventori secara reguler menurut dia bisa menjadi acuan yang tepat bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam menentukan kebijakan yang menyangkut dan selaras pada pengurangan dampak polusi.
"Sekarang contohnya mencoba memperbanyak lahan terbuka hijau, mengatur ganjil genap untuk menekan kemacetan, untuk apa?, apakah benar efektif, malahan kenyataannya, data menunjukkan sebaliknya polusi semakin parah," kata Bondan.
Baca juga: KPBB: langit kelabu Jakarta tanda udara tidak sehat
Peralatan pendukung riset pun, yakni alat pemantau kualitas udara juga baru terpasang satu unit saja, maksimal radius pantauannya hanya lima kilometer saja.
"Kalau melihat luas wilayah DKI Jakarta 666 meter persegi, seharusnya dibutuhkan 66 alat pemantau kualitas udara, atau setidaknya sekitar 20-26 alat," ujarnya.
Baca juga: Jakarta jadi kota dengan polusi terburuk, ini langkah Dinkes DKI
Menurut Bondan, polusi udara ini tidak boleh lagi menjadi persoalan yang terabaikan karena dampak kesehatan yang harus ditanggung masyarakat sangat berbahaya sekali.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019