• Beranda
  • Berita
  • BKKBN harapkan Harganas jadi momentum ketahanan keluarga

BKKBN harapkan Harganas jadi momentum ketahanan keluarga

4 Juli 2019 19:16 WIB
BKKBN harapkan Harganas jadi momentum ketahanan keluarga
Deputi Litbang BKKBN RI, M Rizal M Damanik. (ANTARA/Slamet Ardiansyah)

Sejatinya pembangunan suatu negara diawali dari pembangunan keluarga

Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) diharapkan dapat menjadi momentum bagi keluarga Indonesia untuk berupaya meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, kata Deputi Bidang Pelatihan Penelitian dan Pengembangan BKKBN Rizal Damanik.

"Jika ketahanan keluarga dapat ditingkatkan, diyakini keluarga akan dapat menghasilkan generasi yang berkualitas," kata Prof Rizal Damanik PhD dalam siaran persnya  di Riau, Kamis.

Menurut Damanik, peringatan Harganas tahun 2019  mengedepankan keikutsertaan keluarga dan mencerminkan penerapan empat  pendekatan ketahanan keluarga yaitu keluarga berkumpul, keluarga berinteraksi, keluarga berdaya, keluarga peduli dan berbagi.

Ia menyebutkan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)  sebagai institusi pemerintah yang bertugas mengawal bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana sesuai amanat UU no 52 tahun 2009 juga ikut menyiapkan strategi untuk membantu program pemerintah dengan mendorong terciptanya keluarga berkualitas sehingga diharapkan akan menghasilkan generasi yang berkualitas dalam keluarga.

Sementara itu dalam rangakain Harganas XXVI  BKKBN menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema "Kalau Terencana, Semua Lebih Indah", dengan mengundang narasumber berkompeten di bidangnya serta anak-anak muda yang dianggap sebagai memiliki daya ungkit positif.

Salah satu kegiatan yang digalakkan dalam momentum Harganas XXVI Tahun 2019 adalah Gerakan Kembali ke Meja Makan dan Gerakan tidak melihat Media Sosial dan TV pada jam 18.00- 21.00 atau Gerakan 1821. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kembali interaksi antara anggota keluarga yang akan mewujudkan terciptanya ketahanan keluarga.

Dengan gaya hidup yang makin modern dan kesibukan orang tua yang semakin meningkat, akan berdampak pada tatanan kehidupan keluarga, misalnya waktu berkumpul dengan keluarga yang secara kualitas mulai terabaikan, terjadi kesenjangan komunikasi antara orang tua dan anak karena terbatasnya waktu untuk mendengarkan keluh kesah atau problematika terutama pada remaja.

"Dengan gaya hidup yang makin modern keluarga sering tidak tanggap atau kurang peduli pada kejadian-kejadian di lingkungan sekitarnya, budaya gotong royong antarwarga hampir luntur," katanya.

Padahal keluarga sebagai unit terkecil dari sebuah sistem masyarakat memegang peranan penting dalam masa tumbuh kembang remaja, ujarnya.

Apalagi remaja  rentan terhadap penyalahgunaan narkoba, merokok, minum-minuman beralkohol, perilaku seksual tidak bertanggung jawab yang berisiko terhadap penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS serta kehamilan tidak diinginkan. 

Sejatinya pembangunan suatu negara diawali dari pembangunan keluarga. Keluarga bukan hanya dianggap sekedar sasaran pembangunan, tetapi merupakan pelaku  pembangunan, ujarnya.

Dikaitkan dengan pembangunan kependudukan di Indonesia, jumlah remaja yang besar menjadi sangat potensial. Ke depannya, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan bonus demografi pada 1-3 dekade mendatang dimana remaja saat ini akan masuk pada usia produktif.

Remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah penduduk dengan rentang usia 10-19 tahun. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2014 mendefinisikan remaja sebagai penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun, sedangkan BKKBN menetapkan usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.

Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyebutkan, dari 237,6 juta penduduk Indonesia, tiga puluh persen (64 juta) di antaranya adalah remaja.  


Baca juga: Gubernur Kalsel sudah menghadap Presiden terkait Harganas
Baca juga: Masyarakat diajak kembali ke meja makan untuk perkuat keluarga
 

Pewarta: Frislidia
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019