"Saya sebagai fungsionaris Partai Golkar mengharapkan agar kontestasi partai tidak menimbulkan kegaduhan. Kalau dua calon saling 'menghajar' dikatakan dinamika, namun itu destruktif bukan dinamika lagi," kata Andi dalam diskusi bertajuk Dinamika Partai Golkar: Memanas Jelang Suksesi; Membaca Restu Jokowi di Jakarta, Minggu.
Dia berharap kontestasi Golkar tidak seperti di Pilpres 2019, yaitu muncul istilah cebong dan kampret yang menjadi tidak positif bagi bangsa Indonesia.
Andi meminta kedua belah pihak yang akan bertarung dalam Munas Golkar bisa menahan diri sehingga tidak menimbulkan kegaduhan bagi internal partai tersebut. "Saat ini sudah bicara tentang personel seperti gelar pendidikan, itu makin menjelaskan jawaban preman bukan intelektual," ujarnya.
Baca juga: Pemberhentian Ketua DPD Cirebon bukan terkait dukungan di munas
Baca juga: Pengamat sarankan Munas Golkar digelar sebelum pelantikan Presiden
Baca juga: Aziz Syamsuddin dukung Airlangga pada Munas Golkar Desember 2019
Andi meminta para senior Golkar untuk memberikan contoh berpolitik yang baik dengan mengutamakan kesantunan sehingga bisa dicontoh para junior.
Dia meyakini Golkar bisa keluar dari gimmick yang cenderung membuat partai tersebut tidak sehat dan berdampak negatif bagi partai ke depan.
"Kalau kegaduhan itu tidak dihentikan, percayalah tidak baik untuk eksistensi Partai Golkar. Kasihan generasi yang baru masuk Golkar karena yang diwariskan kepada mereka tinggal 'ampas' saja," katanya.
Pengamat politik Burhanudin Muhtadi menilai kontestasi munas di Golkar seharusnya jadi ajang untuk menunjukkan partai tersebut berbeda dengan partai lain.
Karena itu, menurut dia, jangan membatasi para kader Golkar untuk maju dalam kontestasi Munas karena bisa memberi sinyal penting kepada publik dan elite politik bahwa Golkar berbeda dengan partai lain.
"Ada partai yang tidak tahu kapan kongresnya, namun ada ketua umumnya, kapan kongresnya? Pada titik seperti ini seharusnya Golkar memberi sinyal diferensiasi yang berbeda dengan partai lain," katanya.
Dia menilai proses pemilihan jabatan tertinggi di Partai Golkar harus dibuka secara terbuka dan partai tersebut harus memberikan contoh bahwa partai tersebut milik bersama.
Karena itu, menurut dia, dua calon ketua umum Golkar, yaitu Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo sepakat untuk tidak saling melukai karena akan merugikan proses Munas dan partai tersebut.
Baca juga: Aburizal Bakrie: Munas Golkar digelar Desember 2019
Baca juga: Analis politik nilai kepemimpinan Airlangga Hartarto kurang mengakar
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019