Djoko dalam RDP dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin, mengatakan hambatan pengembangan tersebut salah satunya adalah ketersediaan teknologi yang kurang memadai.
Logam tanah jarang selama ini dapat dimanfaatkan untuk peralatan elektronik seperti lensa kamera, televisi, magnet pengeras suara kualitas terbaik dan sel matahari.
Selain itu elektroda baterai, laser dan magnet super kuat juga terdapat dalam kandungan tersebut. Menurut IMA, logam tanah jarang banyak terkandung di bumi Indonesia. Namun penguasaan teknologi yang terbatas, menjadikan bahan baku tersebut mayoritas hanya diolah sebagai produk setengah jadi serta masih bergantung dari luar negeri.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyebutkan untuk produk setengah jadi hasil pengolahan dan pemurnian melalui smelter memang belum seluruhnya dapat diserap oleh industri dalam negeri.
"Oleh karenanya, diperlukan industri hilir lebih lanjut," katanya.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut juga dihadiri oleh Dirut Inalum Budi Sadikin, selain itu juga Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak.Rapat dimulai sekitar pukul 11.00 wib dan sempat di skoring sementara sekitar satu jam, dimulai pukul 13.30 wib. Dalam pemaparan rapat selain membahas mengenai pertambahan nilai pada hilirisasi juga membahas dampak-dampak dari perusahaan tambang yang harus perlu diperhatikan.
Baca juga: PT Timah kembangkan teknologi pemisah mineral tanah jarang
Baca juga: Menperin imbau pemanfaatan potensi logam dalam negeri
Baca juga: Kemenperin gandeng Korsel eksplor Logam Tanah Jarang
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019