Jika menyewa salah satu coworking space yang mereka sediakan di lantai 4, pemuda Korea yang sedang merintis startup akan mendapat pemandangan area pemakaman Joseon Royal Tombs, yang dinobatkan sabagai salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO.
"Pemandangan ini yang sering saya kenalkan ke orang-orang yang saya temui," kata Kepala D.Camp, Hongil Kim, saat ditemui di Seoul, Senin, dalam program kolaborasi organisasi media ASEAN dan Korea, dari Korea Press Foundation, Senin.
D.Camp, sejak dibentuk sebagai lembaga non-profit oleh 18 bank pada 2013 lalu, sudah mengkhususkan diri untuk pengembangan startup di Korea Selatan, termasuk untuk pendanaan.
Prestasi Korea Selatan sebagai salah satu raksasa Asia untuk urusan teknologi, menurut Kim perlu terobosan baru, apalagi mereka masih berada di bawah Jepang dalam hal kemajuan teknologi.
"Selain itu, kami perlu inisiatif baru yang akan menghadirkan lapangan kerja baru," kata Kim.
Sifat alami dari startup, disrupsi dari industri yang sudah ada, membuat pandangan mengenai wirausaha berubah, misalnya, tidak perlu memiliki pabrik sendiri untuk memproduksi sesuatu.
Selain itu, ide-ide segar dan inovasi dari para startup, menurut Kim, biasanya mengalir begitu bebas, bahkan terlepas dari campur tangan pemerintah.
Sejak awal berdiri D.Camp, berkomitmen untuk memajukan startup di Korea Selatan, melalui pendanaan senilai total 500 miliar won pada investasi pertama mereka untuk beberapa startup di Korea.
Baca juga: Orang Korea lebih senang streaming musik
Mereka menyukai startup yang berada di tahap benih (seed stage) dan tahap awal (early stage), alasannya, di negara tersebut, tidak banyak yang mau menggelontorkan dana besar untuk startup di tahapan tersebut.
Padahal, dana, merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan agar perusahaan rintisan dapat berjalan, selain pengetahuan berbisnis dan sumber daya manusia.
D.Camp tidak hanya memberikan dana, mereka juga bergerak sebagai akselerator dengan sejumlah program yang mereka miliki untuk startup, misalnya program D.Match, perkenalan mengenai perusahaan rintisan ke kampus-kampus di Korea.
Program D.Match mengajak para mahasiswa untuk membuat perusahaan rintisan sendiri dan mewujudkan ide-ide mereka, sejalan dengan nama mereka D.Camp, yang berarti Dream Camp.
Baca juga: Kedubes Korea beri kemudahan visa bagi wisatawan Indonesia
Agar perusahaan rintisan tersebut dikenal oleh publik yang lebih luas, mereka membuat Demo Day atau D.Day secara reguler di markas mereka di Gangnam.
Markas D.Camp di Gangnam juga menjelma menjadi coworking space atau kantor bersama para startup, saat ini ada sekitar 20 startup yang beralamat di lokasi tersebut.
D.Camp juga membuka ruangan yang mereka sebut "open space", ruangan terbuka, sebuah area kerja yang dapat disewa berdasarkan keanggotaan, mirip dengan coworking space yang menjamur di kota-kota besar di Indonesia.
Untuk para startup yang bergabung dengan program inkubasi mereka, D.Camp juga memberikan pelatihan dari mentor-mentor dari berbagai macam bidang keahlian, misalnya teknologi, pemasaran hingga akuntansi.
D.Camp juga bekerja sama dengan mitra lain, bukan hanya untuk pendanaan, namun juga untuk pengetahuan, antara lain dengan lembaga di Australia dan Singapura. Terbaru, D.Camp baru saja bekerja sama dengan fakultas kedokteran di salah satu universitas di Korea untuk mengembangkan startup di bidang kesehatan.
D.Camp belum bisa memastikan berapa banyak dana yang akan mereka gelontorkan tahun ini untuk startup, namun, tahun lalu mereka menggalang dana sebesar 3,45 miliar won. D.Camp sejak pertama berdiri total sudah menggalang dana sebesar 800,45 miliar won.
Baca juga: Bekraf gandeng SBC Korea kembangkan startup digital
Baca juga: Surya University bersinergi dengan universitas dari Korsel dan sejumlah startup lokal dorong lahirnya solusi inovatif
Baca juga: RI-Korsel perkuat kerja sama sektor industri prioritas 4.0
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019