"Indonesia bukan negara pihak Konvensi Pengungsi, tetapi kita punya perhatian besar pada masalah kemanusiaan. Untuk itu, Indonesia memberi yang terbaik untuk ikut membantu menyelesaikan masalah pengungsi," ujar Faizasyah di Jakarta, Selasa.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers yang dilaksanakan Kemlu RI bersama perwakilan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Indonesia untuk menanggapi masalah ratusan pengungsi asing yang transit di Indonesia dan melakukan unjuk rasa di depan kantor perwakilan UNHCR di Jakarta pekan lalu.
Baca juga: Indonesia-UNHCR dorong pengungsi kembali ke penampungan
Meskipun bukan negara pihak atau penandatangan Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, namun Indonesia sebagai negara transit terus berupaya menolong para pengungsi yang transit untuk menuju ke negara-negara tujuan atas dasar kemanusiaan.
Menurut Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib, pemerintah Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 karena hal itu harus menjadi suatu keputusan nasional yang dipertimbangkan bersama, bukan hanya oleh pemerintah.
Selain itu, Indonesia sebagai negara berkembang belum memiliki kapasitas untuk penanganan pengungsi, terutama dalam hal penempatan atau pemukiman kembali (resettlement).
"Setiap kami mengatasi masalah pengungsi, dasarnya adalah kemanusiaan. Kami memberikan perhatian lebih kepada kaum-kaum yang rentan, seperti anak-anak dan ibu hamil," jelas dia.
Untuk itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No.125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri yang menegaskan alur upaya penyelamatan hidup pengungsi pada situasi darurat, terutama mendorong penyediaan bantuan kemanusiaan bagi pengungsi.
Baca juga: Indonesia tanggapi saran UNHCR untuk ratifikasi konvensi pengungsi
Baca juga: Komnas dan UNHCR kerja sama perlindungan HAM pengungsi di Indonesia
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019