"Lahan gambut ada yang dalamnya hingga 36 meter, jika sampai terbakar tidak mungkin bisa dipadamkan dengan mengupayakan hujan buatan menggunakan TMC dan pengebomam air melalui udara," kata Kepala BNPB seusai memimpin upacara gerakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Selasa.
Hujan buatan yang durasinya sebentar dan bom air yang volumenya sekitar lima ton tidak bisa melakukan pemadaman kawasan hutan dan lahan gambut secara maksimal.
"Pemadaman Karhutla terutama pada lahan gambut dengan TMC dan bom air hanya pada bagian atas, sementara yang terbakar pada bagian dalamnya yang mencapai puluhan meter tidak tersentuh air dari kegiatan pemadaman itu," ujarnya.
Melihat kondisi sulitnya melakukan pemadaman jika terjadi Karhutla, pihaknya mengajak Satgas Penanggulangan Karhutla Sumsel dan daerah lainnya untuk memaksimalkan gerakan pencegahan.
Satuan tugas Karhutla akan didorong memaksimalkan gerakan pencegahan menghadapi musim kemarau 2019 ini.
"Mari bersama-sama melakukan gerakan pencegahan dan menjaga alam dari kebakaran hutan dan lahan. Kita jaga alam maka alam akan menjaga kita," ujarnya.
Jika pada suatu daerah terjadi kebakaran hutan dan lahan menghabiskan energi untuk memadamkannya karena melakukan kegiatan pemadaman lebih berat dari mencegah.
Selain menghabiskan energi, jika terjadi kebakaran hutan dan lahan menimbulkan dampak kerugian yang cukup besar tidak hanya bagi masyarakat di sekitar lokasi kebakaran tetapi juga masyarakat provinsi terdekat bahkan ke negara tetangga.
Kerugian yang diakibatkan dari Karhutla berupa ekonomi mencapai triliunan rupiah, bidang kesehatan bisa menimbulkan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (Ispa), gangguan keselamatan pelayaran dan penerbangan, serta menimbulkan kerusakan flora dan fauna, kata Doni Monardo.
Baca juga: Dua cara penanggulangan karhutla di Sumsel
Baca juga: Tiga kabupaten ini paling rawan kebakaran hutan dan lahan di Sumsel
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019